Tujuan Mencari Kebahagiaan Tak Selalu Berdampak Baik, Bisa Sebabkan Depresi jika Merasa Gagal Meraihnya

Jum'at, 25 Februari 2022 | 14:17 WIB
Tujuan Mencari Kebahagiaan Tak Selalu Berdampak Baik, Bisa Sebabkan Depresi jika Merasa Gagal Meraihnya
Ilustrasi Kebahagiaan (Pexels/Helena Lopes)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kebahagiaan merupakan salah satu tujuan  terpenting dalam hidup. Namun ternyata, ambisi mencari kebahagiaan itu justru bisa berdampak buruk.

Sebab, memiliki tujuan seperti itu dapat membuat kita mementingkan diri sendiri. Mengejar kebahagiaan secara aktif dapat memperburuk kecenderungan menjadi individualis, bisa menjadi sosok yang mengorbankan orang lain demi mencari kesenangan pribadi, lapor The Conversation.

"Berfokus untuk membuat diri kita bahagia, kita melupakan prinsip dasar kebahagiaan, yaitu mencari kebahagiaan sejati di luar diri kita," jelas profesor psikologi Christian van Nieuwerburgh di Universitas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan RCSI.

Menurutnya, gagasan kita harus mencari kebahagiaan dapat menunjukkan bahwa aslinya tidak ada kebahagiaandalam hidup kita.

Baca Juga: Kesejahteraan Petani Naik Signifikan, Suharso Manoarfa: Kita Harus Terus Tingkatkan

Selain itu, semakin kita mengejar kebahagiaan, semakin besar kemungkinan akan kecewa dengan situasi saat ini. Lebih buruk lagi, mencari kebahagiaan justru dapat menyebabkan gejala depresi apabila tidak menemukannya dan putus asa.

Ilustrasi Kebahagiaan (Vinicius/Unsplash)
Ilustrasi Kebahagiaan (Vinicius/Unsplash)

"Itu bisa membuat kita menyalahkan diri sendiri karena tidak bahagia," sambungnya.

Implikasi bahwa kita semua harus bahagia dan hal itu dapat dicapai secara mudah bisa membuat kita merasa ada yang salah dengan orang yang tidak bahagia.

Obsesi terhadap kebahagiaan telah melahirkan industri dan organisasi yang menjanjikan cara cepat untuk membuat kita bahagia. Inilah salah satu alasan mengapa berfokus hanya pada 'kebahagiaan' bisa merusak.

Di sisi lain, membicarakan kebahagiaan dengan orang yang menderita kemiskinan ekstrem, mengalami ketidakadilan sosial hidup di tengah konflik atau sedang terkena bencana alam, sering kali tidak tepat.

Baca Juga: Universitas Internasional Papua Diharapkan Percepat Pembangunan Kesejahteraan Warga Papua

Sederhananya, menjadi bahagia bukanlah prioritas dalam situasi tersebut. Menasihati orang lain untuk berbahagia di masa-masa traumatis bisa dianggap kurang belas kasih.

"Jika kita fokus terlalu sempit pada mengejar kebahagiaan, kita berisiko melupakan kesejahteraan, yang memiliki makna lebih dalam dari hedonisme," imbuhnya.

Selain itu, kesejahteraan juga mencakup hubungan dengan orang-orang, tujuan hidup, rasa pencapaian dan harga diri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI