Suara.com - Laporan dari Lancet menemukan orang usia 12-20 tahun telah melaporkan beberapa kasus sindrom inflamasi multi-sistem atau MIS-C, di mana sistem kekebalan tubuh menjadi overdrive setelah vaksinasi.
Laporan tersebut mencatat MIS-C adalah kondisi langka yang dapat terjadi 2 hingga 6 minggu setelah infeksi virus corona Covid-19.
Pasien dengan MIS-C biasanya mengeluhkan demam dan menunjukkan gejala keterlibatan multi-organ dengan peradangan sistemik.
"Pasien dengan MIS-C biasanya mengalami demam terus-menerus, sakit perut, muntah, diare, ruam kulit, lesi mukokutan dan hipotensi serta syok dalam kasus yang parah," kata Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) dikutip dari Fox News.
Baca Juga: Varian Omicron Bisa Picu Komplikasi Parah Usai Pulih, Ini Daftarnya!
Badan tersebut menambahkan MIS-C mungkin terjadi berminggu-minggu setelah seorang anak terinfeksi virus corona Covid-19.
Anak itu mungkin telah terinfeksi dari kontak tanpa gejala. Dalam beberapa kasus, seorang anak mungkin juga tidak sadar telah terinfeksi.
Kondisi ini pertama kali dikenali pada April 2020, yang mana 5.973 kasus MIS-C dilaporkan ke CDC antara Mei 2020 hingga November 2021.
Penulis penelitian berhipotesis penyakit berkembang karena respons imun hiperaktif terhadap infeksi virus corona pada pasien yang memiliki kecenderungan genetik untuk sindrom tersebut.
Tetapi, penelitian tersebut menyelidiki apakah sindrom tersebut juga terjadi setelah vaksinasi.
Baca Juga: Studi Afrika Selatan Ungkap Ada Perbedaan Dampak Infeksi Omicron Subvarian BA.1 dan BA.2
Studi ini menganalisis Sistem Pelaporan Kejadian Buruk Vaksin CDC untuk kasus potensial MIS-C setelah vaksinasi dari 14 Desember 2020 hingga 31 Agustus 2021 pada individu yang berusia 1220 tahun, yang mana 21 orang dengan rata-rata usia 16 tahun berisiko mengalami inflamasi tersebut.
Para peneliti mencatat semua pasien ini dirawat di rumah sakit, 57 persen dirawat langsung di unit perawatan intensif dan 71 persen dengan bukti laboratorium infeksi Covid-19 di masa lalu.
Meskipun 6 orang muda dalam penelitian ini tidak memiliki bukti infeksi virus corona sebelumnya, para peneliti berhipotesis mereka mungkin terinfeksi virus corona tanpa gejala.
"Jadi, vaksinasi mungkin satu hal yang berhubungan dengan MIS-C pada tahap selanjutnya," katanya.
Lebih dari 21 juta orang berusia 12-20 tahun menerima satu atau lebih dosis vaksin vaksin Covid-19 per per 31 Agustus 2021, sehingga tingkat pelaporan keseluruhan untuk MIS-C setelah vaksinasi adalah 1 kasus per juta orang.
Meskipun laporan tersebut tampaknya mengkhawatirkan, sebagian besar kasus MIS-C dalam penelitian ini tidak dianggap sepenuhnya disebabkan oleh vaksinasi.
Sehingga, orang muda yang tidak vaksinasi masih lebih mungkin mengembangkan MIS-C daripada mereka yang divaksinasi penuh
Studi ini menemukan 11 orang muda mengembangkan MIS-C setelah dosis pertama vaksinasi dengan waktu rata-rata delapan hari sejak disuntik hingga rawat inap.
Lalu, 10 orang mengembangkan penyakit sistemik setelah menerima dosis kedua dengan waktu rata-rata 5 hari sejak awal disuntik hingga rawat inap.
Sayangnya, studi ini memiliki keterbatasan, karena belum mengenalisis semua kasus MIS-C. Sehingga, para peneliti menyimpulkan hubungan antara vaksin Covid-19 terhadap MIS-C masih belum jelas.
"Pengawasan lebih lanjut mengenai MIS-C setelah vaksinasi tetap diperlukan, karena vaksinasi untuk anak-anak sudah diisinkan dandirekomendasikan bagi anak-anak yang lebih muda, yang mana rentan mengalami MIS-C," jelasnya.