Studi Baru: Perubahan Iklim Meningkatkan Jumlah Penderita Gangguan Mental

Kamis, 24 Februari 2022 | 15:04 WIB
Studi Baru: Perubahan Iklim Meningkatkan Jumlah Penderita Gangguan Mental
Ilustrasi musim panas. (PIxabay/Free-Photos)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebuah penelitian yang dinilai paling komprehensif menunjukkan bahwa suhu bumi yang semakin panas meningkatkan jumlah penderita gangguan mental.

Studi ini merupakan hasil analisis catatan medis jutaan warga AS. Peneliti menemukan adanya peningkatan, rerata 8%, dalam jumlah kunjungan rumah sakit darurat di waktu suhu sedang tinggi.

Panasnya suhu ini berdampak pada banyak gangguan mental, seperti stres, gangguan mood dan kecemasan, skizofrenia, self-harm, dan gangguan penggunaan obat terlarang.

Menurut laporan The Guardian, frekuensi suhu ekstrem ini didorong oleh krisis iklim.

Baca Juga: Usai Bahas Kerjasama Iklim dan Transportasi, Gubernur Anies Ajak Mendag Inggris Naik MRT Jakarta

Hasil ini cukup mengejutkan para peneliti, ketika dampak panas ekstrem biasanya adalah dehidrasi dan sengatan panas, studi ini menunjukkan gangguan kesehatan mental.

Dampak perubahan iklim (DW Indonesia)
Dampak perubahan iklim (DW Indonesia)

"Penelitian ini menetapkan pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya bahwa hari-hari yang sangat panas dapat berdampak pada kesehatan mental orang secara subtansilal," ujar penulis senior studi Gregory Wllenius dari Universitas Boston, As.

Bahkan, dampak ini memengaruhi semua kelompok usia, baik pria maupun wanita, dan di seluruh dunia.

Para ahli lainnya yang tidak termasuk dalam penelitian, Emma Lawrance dari Imperial College London, Inggris, mengatakan bahwa studi ini memperjelas bahwa perubahan iklim mengancam tubuh dan pikiran manusia.

"Meskipun efeknya relatif kecil, itu memiliki implikasi besar bagi kesehatan masyarakat dan sistem perawatan kesehatan," komentar Lawrence.

Baca Juga: Mengenal Geografis Benua Asia: Letak, Luas, Iklim, Bentang Alam, Hingga Flora Fauna yang Hidup

Studi ini menggunakan desain “case-crossover”, di mana peserta dipantau selama periode waktu tertentu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI