Menolong Korban Kekerasan Seksual, Apa yang Harus Dilakukan?

Vania Rossa Suara.Com
Kamis, 24 Februari 2022 | 12:01 WIB
Menolong Korban Kekerasan Seksual, Apa yang Harus Dilakukan?
Ilustrasi korban kekerasan seksual. (Pixabay/Favor)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kekerasan seksual masih terjadi di masyarakat. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan tahun 2021 menunjukkan bahwa prevalensi kekerasan seksual menurun, namun bukan berarti kasusnya tidak ada.

Ruang lingkup kekerasan seksual tidak hanya pada kasus pemerkosaan, namun juga terkait suatu kasus yang terjadi pada anak-anak, perempuan atau bahkan laki-laki yang mengalami perlakuan tidak nyaman atau tidak senonoh terkait dengan kegiatan seksual.

Kekerasan ini bisa berbentuk pemaksaan berhubungan seksual, pelecehan yang bersifat fisik maupun psikologis,pencabulan, sodomi, eksploitasi terhadap kekerasan seksual misalnya perdagangan orang yang terkait dengan prostitusi.

Korban kekerasan seksual bisa ada di sekitar kita. Dan mereka sangat membutuhkan pertolongan dari lingkungan di sekitarnya. Tapi, pertolongan seperti apa yang bisa diberikan kepada mereka?

Dokter Spesialis Forensik Medik di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), dr. Made Ayu Mira Wiryaningsih Sp.FM menyebut ada beberapa tindakan yang bisa Anda lakukan untuk menolong korban kekerasan seksual, salah satunya mencari fasilitas kesehatan terdekat.

Baca Juga: Ramai Terdakwa Kekerasan Seksual SMA Selamat Pagi Indonesia Tak Dipenjara, Warganet Ikut Murka Hingga 'Seret' Kapolri

Menurut Mira, sebaiknya datangi fasilitas kesehatan yang tersedia dokter forensik. Namun jika tidak ada, umumnya setiap fasilitas kesehatan memiliki penanganan terhadap korban-korban kasus kekerasan.

"Terdapat tata laksana yang dilakukan oleh dokter forensik kala menangani korban kekerasan seksual yaitu melakukan anamnesis, alur kejadian, perlakuan yang didapat serta dilakukan pemeriksaan fisik," kata dia dalam siaran pers RSUI, seperti yang dikutip dari Antara.

Dokter nantinya mengidentifikasi kelainan ataupun luka yang ada, mencatat, dan kemudian medokumentasikannya.

Menurut Mira, dalam proses tersebut, korban atau pelapor tidak perlu khawatir karena tenaga kesehatan memiliki kode etik dan kewajiban untuk merahasiakan apa yang diceritakan korban, serta dokumentasi yang diambil.

Pada kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak, seringkali sulit untuk mengidentifikasi sebab mereka cenderung tidak mengetahui dan tak dapat mengungkapkan apa yang telah mereka alami.

Baca Juga: Cabul pada Mahasiswi saat Bimbingan Skripsi, Oknum Dosen Unsri Diancam Pasal Berlapis

Dalam hal ini, terdapat cara deteksi paling dini atau yang bisa dilihat secara kasat mata tanpa aduan anak ini telah mengalami pelecehan atau kekerasan seksual, misalnya jika secara fisik mungkin ada nyeri saat buang air kecil atau besar, walau tanda tersebut bukan selalu menjadi hal utama.

“Untuk menghadapi anak-anak kita tidak bisa langsung menanyakan hal-hal tersebut dengan cara mengintrogasi. Namun bisa dengan cara stimulasi anak seperti mengajak menggambar, bermain boneka sehingga dapat tertuang apa yang sebenarnya terjadi," kata Mira.

Jika ingin meminta dokter mengeluarkan visum et repertum, maka Anda perlu melakukan pelaporan ke polisi terlebih dahulu. Polisi akan mengeluarkan surat permintaan visum dan dokternya akan menjawab surat permintaan tersebut dengan visum et repertum. Namun bukan berarti jika tidak ada surat permintaan visum pemeriksaan tidak bisa dilakukan.

“Pemeriksaan bisa tetap dilakukan, semua dicatat secara lengkap di dalam rekam medis kemudian dilakukan dokumentasi yang diperlukan," tutur Mira.

Biasanya jika datang ke fasilitas kesehatan tanpa ada surat permintaan visum tapi ingin dilakukan pemeriksaan forensik klinik untuk keperluan visum di kemudian hari, pasien akan diberikan resume medis, seperti surat keterangan medis.

"Jadi sebenarnya bentuk suratnya saja yang berbeda. Disarankan atau diedukasi kepada korban atau keluarga atau pendamping korban untuk melakukan pelaporan ke polisi dengan membawa resume medis tersebut. Nanti polisi akan membuatkan surat pernyataan visum dan baru akan dikeluarkan visum et repertum oleh dokter forensik," saran Mira.

Visum et repertum dalam proses peradilan dan penyidikan bisa menjadi alat bukti yang sah dan memiliki kedudukan lebih tinggi karena didalamnya jelas tertulis Pro Justitia yang artinya demi kepentingan hukum.

Pembiayaan visum et repertum tidak ditanggung oleh BPJS atau asuransi lainnya. Mira mengatakan, pembiayaan terkait kasus-kasus kekerasan seksual biasanya dari APBD atau APBN atau kementerian-kementrian yang bekerjasama dan juga dana dari kepolisian untuk kasus kekerasan pada perempuan dan anak.

Surat keterangan medis ini bisa menjadi pegangan untuk melaporkan kejadian ini, sehingga sebaiknya simpan baik-baik. Mira mengingatkan, pemeriksaan di fasilitas kesehatan akan menghasilkan bukti yang sangat penting untuk mendukung proses pelaporan atau perkara yang diajukan.

Langkah berikutnya yang bisa Anda lakukan untuk menolong korban yakni mencari pertolongan psikis dan sosial karena mungkin korban mendapat perlakuan tidak menyenangkan justru dari orang-orang terdekat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI