Suara.com - Pencegahan stunting perlu dilakukan bahkan sejak sebelum perempuan hamil.
Inilah yang membuat pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menargetkan 16.256.613 remaja putri untuk mendapatkan tablet tambah darah, guna menekan tingginya angka prevalensi stunting di Indonesia.
“Dalam satu tahun, sasaran untuk anak-anak kita yaitu di tingkat SMP, SMA dan sederajat ada sebanyak 16,2 juta siswi,” kata Plt. Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Murti Utami dalam Rapat Kerja Nasional Program Bangga Kencana Tahun 2022 yang diikuti di Jakarta.
Murti menuturkan tablet tambah darah itu, akan dikonsumsi oleh para remaja putri satu tablet setiap minggu selama 52 minggu atau dalam satu tahun.
Baca Juga: Kemenkes: Angka Keterisian Rumah Sakit Tembus 38 Persen
Dalam memberikan tablet tambah darah, Murti mengatakan pihaknya akan memanfaatkan waktu sarapan bersama ataupun hari di mana puskesmas berkunjung ke sekolah sebagai waktu untuk para remaja putri meminum obat itu.
“Kami mendengar teman-teman dari Kemendikbud membuat program sarapan bersama di beberapa daerah. Di hari-hari tertentu itu untuk memastikan siswi-siswi ini meminum obat tambah darah yang disediakan,” ucap dia.
Khusus remaja putri yang duduk di bangku sekolah kelas tujuh dan 10, Kemenkes akan melakukan sebuah inovasi baru yakni melakukan skrining anemia melalui pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah.
Menurut Murti, intervensi spesifik seperti itu perlu digencarkan sejak ibu masih berada dalam usia muda. Sebab, salah satu faktor yang berkontribusi besar terhadap lahirnya anak kerdil adalah ibu yang terkena anemia.
Ia turut menyebutkan di Indonesia, 32 persen remaja putri telah mengalami anemia. Demikian juga dengan wanita di usia subur yang kini mencapai 24 persen.
Baca Juga: Pengguna Telemedicine Gratis Meningkat Pesat, Kemenkes Sebut Karena Layanan Diperluas
Murti turut menyayangkan, sebesar 49 persen ibu yang sedang hamil terkena anemia. Bahkan 17,3 persen ibu mengalami kekurangan energi kronik (KEK) dan ibu hamil yang memiliki risiko komplikasi ada sebesar 28 persen.
Akibatnya, 29,5 persen bayi lahir dalam kondisi prematur, 6,6 persen lahir dengan berat badan rendah, 9,8 persen terkena diare, 1,7 persen terkena pneumonia dan 7,1 persen menderita gizi kurang.
“Jadi tidak hanya anemia, tapi bagaimana bayi-bayi itu akan lahir dengan komplikasi, dengan infeksi yang nantinya mereka dapatkan setelah kelahiran. Ini juga menyebabkan terjadinya kekerdilan, jadi tablet tambah darah ini tidak hanya diberikan, tapi kita ingin memastikan bahwa remaja-remaja putri kita semua mengonsumsi dengan baik,” kata Murti. [ANTARA]