Singgung Politik Ekonomi, Epidemiolog Minta Indonesia Tak Buru-buru Longgarkan Aturan dan Berdamai dengan Corona

Senin, 21 Februari 2022 | 14:41 WIB
Singgung Politik Ekonomi, Epidemiolog Minta Indonesia Tak Buru-buru Longgarkan Aturan dan Berdamai dengan Corona
Ilustrasi siswa SD divaksin Covid-19. [ANTARA]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Indonesia disarankan tidak ikut-ikutan negara-negara lain yang telah menyatakan berdamai dengan Covid-19 dan mulai melonggarkan sejumlah aturan.

Menurut epidemiolog Universitas Griffith Australia dr. Dicky Budiman, langkah tersebut sebenarnya lebih mengarah terhadap tindakan politik ekonomi, bukan mengedepankan faktor kesehatan.

"Ada beberapa negara yang mendeklarasikan damai dengan Covid, ini cenderung ke arah politik ekonomi."

"Kebetulan saya bersama dokter Nyoman Kumara, epidemiolog senior mantan dirjen di Kemenkes, kita berkontribusi dalam Badan Kesehatan dunia untuk memberikan masukan tentang bagaimana kriteria akhir pandemi," kata dokter Dicky, dihubungi suara.com, Senin (21/2/2022).

Baca Juga: Epidemiolog Sebut Puncak Omicron di Indonesia Ditentukan dari Daerah Penyumbang Kasus Terbanyak

Ia menambahkan, terdapat tiga hal yang menjadi kriteria untuk menandakan pandemi Covid-19 berakhir. Pertama, setidaknya suatu negara sudah memahami pola gelombang musiman atau potensi ancamannya dari virus corona SARS Cov-2 itu.

Menurut dokter Dicky, lonjakan kasus Covid-19 akan terus terjadi selama pandemi berlangsung, seiring dengan kemunculan varian baru pula. Hanya saja, seiring waktu, kemungkinan jeda gelombang akan semakin panjang.

"Ada pola musiman dua bulan, ada sampai empat bulan atau enam bulan. Ini yang tampaknya dari analisa saya makin kesana gelombangnya akan berjeda lebih panjang, antara empat sampai enam bulan dan semakin mengecil, semakin ke pinggir," karanya.

Ia menjelaskan, gelombang Covid-19 pada akhirnya nanti hanya akan terjadi di daerah atau negara dengan cakupan vaksinasi rendah.

Kemudian, kriteria kedua berkaitan dengan jumlah kasus ataupun prevalensi Covid-19 dibandingkan dengan penyakit infeksi saluran napas yang lain.

Baca Juga: Epidemiolog Sebut Ada Kekacauan Data Covid-19, Kemenkes Ungkap Penyebabnya

Apabila, infeksi Covid-19 masih lebih dominan daripada infeksi saluran napas lain, maka belum bisa dikatakan terkendali.

"Berarti harus ada survailans yang memantau penyakit infeksi lain harus diperkuat," ujarnya.

Kriteria ketiga, mencakup bagaimana jumlah imunisasi Covid-19 secara global.

"Jadi kalau cakupan vaksinasi Global sudah meningkat atau setidaknya 70 persen sebelum akhir tahun, itu sudah bagus, akan menjadi bekal besar kita keluar dari masa krisis pandemi," kata dokter Dicky.

Ia mengingatkan bahwa mengenai status pandemi dari suatu penyakit, sepenuhnya menjadi kewenangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Oleh sebab itu, status pandemi tidak bisa dicabut jika hanya satu negara yang berhasil kendalikan wabah virus corona tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI