Suara.com - Aritmia merupakan gangguan irama jantung yang tidak normal dan dapat membuat kinerja jantung menjadi kurang efisien. Kondisi ini bisa terjadi pada siapa saja termasuk anak-anak.
Jenis aritmia yang dapat dialami anak-anak, antara lain Takikardia (detak jantung cepat), Bradikardia (detak jantung lambat), Sindrom Q-T Panjang, dan Sindrom Wolff-Parkinson-White.
Meski ada jenis aritmia yang tidak berbahaya dan tidak membutuhkan tindakan khusus, kondisi detak jantung yang tak beraturan sendiri tidak boleh dipandang sebelah mata. Orangtua patut waspada mengingat jantung adalah salah satu organ vital tubuh.
Dampaknya akan menjadi lebih serius ketika anak merasakan gejala seperti berbedar, pusing atau kliyengan, tubuh lelah dan lemas, wajah terlihat lebih pucat, sulit bernapas.
Anak juga bisa hilang kesadaran atau pingsan, nyeri pada dada, detak jantung keras atau palpitasi, mudah marah dan hilang nafsu makan, serta kejang-kejang.
Baca Juga: Tenang, Kematian Akibat Serangan Jantung Saat dan setelah Berhubungan Seks Sangat Jarang Terjadi
Pada kasus berat, aritmia dapat menyebabkan terjadinya stroke bahkan kematian mendadak.
Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dari Heartology Cardiovascular Center, Dr Dicky Armein Hanafy menjelaskan, cara mengobati penyakit jantung pada anak seperti aritmia tergantung dari jenisnya.
Dulu, kata Dokter Dicky, satu-satunya cara mengatasi aritmia adalah dengan meresepkan obat- obatan.
Tapi pemberian obat umumnya tidak efektif karena harus dipantau dengan ketat dan memiliki efek samping yang tidak diharapkan.
"Saat ini ada pilihan terapi lain bagi pasien aritmia, yakni Ablasi Frekuensi Radio yang menggunakan sebuah instrumen kecil dengan energi panas untuk menghancurkan sirkuit listrik yang tidak normal penyebab aritmia,” ungkap Dokter Dicky.
Baca Juga: Meski Dapat Dibeli Tanpa Resep Dokter, Amankah Minum Paracetamol Setiap Hari?
Tindakan Ablasi 3 Dimensi dilakukan dengan menggunakan HD Grid 3D Mapping System. Teknologi ini diyakini memberikan paradigma baru dalam pemetaan aritmia, baik yang simpel maupun kompleks.
Paradigma lama menggunakan kateter bipolar, sedangkan HD Grid menggunakan kateter multipolar dan multidirectional sehingga dapat mendeteksi gap (celah) yang tidak terlihat oleh kateter bipolar.
"Selain itu, teknologi pemetaan ini menggabungkan pemetaan magnetik dan impedans secara bersamaan, yang memungkinkan tindakan kateter ablasi dilakukan dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi, tambah Dokter Dicky.
Hal ini dibuktikan dengan bukti klinis yang menunjukkan bahwa penggunaan HD Grid mampu menurunkan tingkat kekambuhan menjadi hanya sekitar 5-10 persen setahun paska-tindakan, yang artinya 5 sampai 6 kali lipat lebih baik dibanding teknologi yang lama.
Kelebihan lainnya juga dari waktu tindakan yang bisa lebih cepat.