Suara.com - World Happiness Report mendaftar tiga negara paling bahagia di dunia, yakni Finlandia, Islandia, dan Denmark. Ranking ini dipertimbangkan berdasarkan kesehatan mental hingga respons pemerintah terhadap pandemi.
Tetapi ternyata tinggal di negara yang paling bahagia di dunia tidak seperti yang kita pikirkan, lho!
Dalam sebuah penelitian baru yang terbit di Scientific Reports menunjukkan bahwa masyarakat cenderung mengalami kesejahteraan yang buruk karena tekanan sosial untuk bahagia di negara-negara paling bahagia tersebut.
Bahkan, tekanan untuk selalu bahagia itu ditunjukkan melalui saluran seperti media sosial, buku, hingga iklan. Akhirnya orang-orang mengembangkan perasaan tentang jenis emosi apa yang akan dihargai dan tidak dihargai oleh lingkungan.
Baca Juga: 5 Cara Menyimpan Energi demi Menjaga Kesehatan Mental, Salah Satunya Berhenti Cari Validasi
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa semakin seseorang mengalami tekanan untuk merasa bahagia, semakin mereka mengalami depresi.
Studi yang dipimpin oleh profesor di Sekolah Ilmu Psikologi Melbourne, Universitas Melbourne, Brock Bastian, menyurvei 7.443 orang dari 40 negara tentang kesejahteraan emosional, kepuasan hidup dan keluhan suasana hati.
Lalu peneliti menimbang hasilnya terhadap persepsi peserta tentang tekanan sosial untuk selalu berperilaku positif.
"Apa yang kami temukan mengonfirmasi temuan kami sebelumnya," tulis Bastian, dilansir Science Alert.
Di seluruh dunia, ketika orang melaporkan merasakan tekanan untuk mengalami kebahagiaan dan menghindari kesedihan, mereka cenderung mengalami kekurangan dalam kesehatan mental.
Baca Juga: 4 Tips Menyikapi Hubungan Asmara Toksik, Persiapkan Mental untuk Berpisah!
Artinya, mereka mengalami kepuasan yang lebih rendah dengan hidup, lebih banyak emosi negatif, lebih sedikit emosi positif, serta tingkat depresi, kecemasan, hingga stres yang lebih tinggi.
"Tidak berarti rata-rata orang tidak bahagia di negara-negara iu. Tetapi bagi mereka yang sudah merasakan banyak tekanan untuk tetap tegar, tinggal di negara paling bahagia dapat menyebabkan kesejahteraan yang buruk," imbuh Bastian.
Namun, kebahagiaan tidak terbatas pada ekspresi bahagia yang terlihat dari luar saja. Ada isyarat lain yang lebih halus, seperti memiliki lebih banyak kontak sosial atau terlibat dalam aktivitas menyenangkan.
Sinyal-sinyal tersebut cenderung lebih kuat di negara-negara paling bahagia, meningkatkan efek ekspektasi sosial. Di negara-negara seperti ini, perasaan bahagia dapat dengan mudah dilihat sebagai norma yang diharapkan.