Suara.com - Apnea tidur atau sleep apnea merupakan gangguan tidur yang menyebabkan pernapasan berhenti sementara beberapa kali ketika sedang tidur.
Dalam hal ini, sistem pernapasan bagian atas tersumbat atau menyempit saat otot-otot tenggorokan rileks yang tidak semestinya selama tidur.
Otak berulang kali mengirimkan sinyal ke tubuh manusia untuk bangun dan kembali bernapas, lapor Times of India.
Seseorang yang menderita apnea tidur tidak dapat tidur nyenyak karena frekuensi gangguannya bisa mencapai 30 kali dalam semalam.
Salah satu gejala sleep apnea adalah mendengkur dan merasa lelah, bahkan setelah tidur semalaman.
Apa yang sebenarnya terjadi pada kondisi ini?
Jaringan lunak mulut dan tenggorokan memberi dukungan pada langit-langit lunak, bagian segitiga jaringan yang menggantung dari langit-langit lunak yang disebut vulva, amandel, dan dinding samping tenggorokan dan lidah.
Terkadang otot tenggorokan ini mengendur, membatasi jalan napas dan membatasi aliran oksigen ke tubuh.
Begitu otak mendapat sinyal bahwa kadar oksigen menurun, maka akan memberi tahu tubuh untuk bangun sehingga bisa bernapas dengan benar.
Baca Juga: 5 Hal Buruk yang akan Terjadi pada Tubuh Saat Kamu Tidak Cukup Tidur
Ada tiga jenis apnea tidur, yakni apnea tidur obstruktif, apnea tidur sentral, dan apnea tidur kompleks (gabungan dari kedua jenis tidur).
Para ahli telah menghubungkan gangguan tidur ini dapat memicu penyakit kronis, seperti diabetes dan hipertensi.
"Jadi itu adalah penyakit yang sangat berisiko tinggi, berkali-kali jika orang yang dirawat dengan apnea tidur obstruktif, (juga mengalami) komplikasi dengan pneumonia dan kondisi medis lainnya juga," jelas Konsultan-Intensivist Aviral Roy, dari Rumah Sakit Superspesialis Medica.
Sementara itu, ahli di Mayo Clinic menjelaskan bahwa gagal jantung kongestif, tekanan darah tinggi, diabetes tipe 2 dan penyakit Parkinson adalah beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko apnea tidur obstruktif.
Sesuai laporan, pria lebih mungkin mengalami sleep apnea daripada wanita. Tetapi wanita berisiko tinggi apabila kelebihan berat badan, dan terkadang risikonya meningkat setelah menopause.