Suara.com - Penelitian baru oleh Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat atau CDC menemukan efektivitas vaksin booster Covid-19 Pfizer/BioNTech dan Moderna akan menurun dalam waktu empat bulan.
Meski begitu, CDC menekankan kedua vaksin tersebut aman dan menawarkan perlindungan tingkat tinggi terhadap risiko gejala parah infeksi Covid-19.
Bukti berkurangnya perlindungan itu memperkuat pentingnya pertimbangan lebih lanjut terhadap dosis tambahan untuk meningkatkan perlindungan terhadap risiko rawat inap.
Penelitin itu diterbitkan dalam Morbidity and Mortality Weekly Report CDC. Para ilmuwan meneliti efektivitas vaksin Covid-19 terhadap potensi rawat inap di antara orang dewasa di Amerika Serikat yang telah divaksinasi penuh dua dosis juga penerima dosis ketiga.
Baca Juga: Bos WHO Yakin Fase Akut Covid-19 Bisa Berakhir Bulan Juni - Juli
Mereka menggunakan data 241.204 pasien Covid-19 yang mendapatkan perawatan darurat dan 93.408 rawat inap di 10 negara bagian selama 26 Agustus 2021 hingga 22 Januari 2022.
Data menunjukkan bahwa efektivitas vaksin terhadap risiko perawatan gawat darurat dan rawat inap lebih tinggi setelah dosis ketiga dibandingkan pada periode setelah dosis kedua. Tetapi potensi itu berkurang seiring waktu.
Terlebih dengan hadirnya varian Omicron yang dominan di Amerika Serikat. Sebelumnya, efektivitas vaksin untuk mengurangi perawatan darurat mencapai 87 persen. Sementara untuk mengurangi rawat inap, efektivitasnya hingga 91 persen.
Setelah varian Omicron menyebar ke Amerika Serikat pada akhir November, efektivitas vaksin ditemukan turun menjadi masing-masing 66 persen dan 78 persen, data CDC menunjukkan.
Studi CDC lainnya menganalisis data keamanan pada suntikan booster Covid-19 yang dilaporkan ke Sistem Pelaporan Kejadian Buruk Vaksin pemerintah federal selama September 2021 hingga Februari 2022 terhadap 721.562 orang dewasa.
Baca Juga: Update COVID-19 Jakarta 13 Februari: Positif 10.172, Sembuh 15.050, Meninggal 43
Studi itu menemukan bahwa dosis booster vaksin virus corona tetap aman. Mereka yang mendapatkan booster vaksin dengan jenis sama, cenderung memiliki reaksi lebih sedikit dibandingkan dengan dosis kedua.
"Penyedia vaksin harus mendidik pasien bahwa reaksi lokal dan sistemik diharapkan terjadi setelah booster vaksin mRNA Covid-19 homolog. Namun, reaksi ini lebih jarang terjadi daripada yang mengikuti dosis seri primer kedua," tulis para peneliti dari CDC, sebagaimana diberitakan CNN.