Eks Direktur WHO: 80 Persen Pasien Omicron Bergejala Ringan

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Rabu, 09 Februari 2022 | 12:39 WIB
Eks Direktur WHO: 80 Persen Pasien Omicron Bergejala Ringan
Ilustrasi virus corona. [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hingga kini varian omicron disebut memicu gelombang Covid-19 di berbagai negara termasuk di Indonesia. Meski demikian, ahli mengimbau masyarakat untuk tenang. 

Ini karena sebagian besar pasien terpapar Covid-19 varian Omicron bergejala ringan dibandingkan dengan varian lainnya. 

“Jadi memang dunia berhadapan dengan varian baru yang penularannya sangat cepat. Namun spektrumnya memang sebagian besar bergejala ringan hampir 80 persen, meski sampai 20 persen ada juga yang bergejala sedang, berat bahkan ada yang sampai meninggal dunia,” jelas  Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI dalam keterangannya, Rabu, (9/2/2022). 

Namun begitu, Mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara mewanti-wanti apabila jumlah kasusnya meningkat tinggi sekali, maka tentu yang dirawat di rumah sakit bisa juga tinggi. Sehingga masyarakat perlu menyikapinya secara bijak yakni dengan membatasi kegiatan sosial mereka dan memperketat protokol kesehatan.

Baca Juga: 51 Siswa Sakit Demam, Batuk dan Flu Secara Bersamaan, Sebuah SMA Negeri di Cianjur Setop PTM

Ilustrasi Virus Corona. (Pixabay)
Ilustrasi Virus Corona. (Pixabay)

“Amerika sudah membandingkan data antara kasus Omicron dan Delta, dan perbandingannya kasus 5 kali lebih banyak dari Delta. Karena jumlahnya lima kali lebih banyak, pasien rumah sakit menjadi 1,8 kali lebih banyak daripada kasus Delta,” jelas Prof. Tjandra.

Saran yang paling penting saat ini adalah pencegahan dan penguatan 3T, serta perluasan cakupan vaksinasi. Vaksinasi menurut Prof. Tjandra jelas bermanfaat untuk mencegah pasien yang terinfeksi Omicron bergejala berat dan masuk rumah sakit. 

Persiapan tempat tidur rumah sakit sudah dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi lonjakan kasus dan juga memastikan ketersediaan obat dan alat bantu medis lainnya. Perlu diperhatikan jaminan ketersediaan petugas kesehatan dan juga keamanan petugas pekerja di rumah sakit.

“Pelayanan kesehatan harus diketahui oleh masyarakat bukan hanya rumah sakit. Bisa perawatan di rumah, di puskesmas, maupun klinik. Ini harapannya bisa memperkuat jaringan pelayanan kesehatan agar masyarakat tidak terpaku dengan rumah sakit. Jadi sistem rujukan yang teratur harus lebih baik polanya,” saran Prof. Tjandra.

Masyarakat diimbau apabila merasakan gejala omicron, jangan ragu untuk melakukan tes, lalu begitu diketahui hasilnya positif, isolasi mandiri harus dilakukan. Isolasi mandiri dievaluasi setiap hari, akan lebih baik untuk dilakukan petugas kesehatan melalui telemedisin.

Baca Juga: PPKM Level 3 Mulai Diterapkan di Jogja, Posko Satgas Covid-19 Mikro Dibuka Lagi

“Pengawasan dan dukungan keluarga memang sangat penting. Setelah satu minggu dites ulang untuk memastikan sudah negatif atau belum,” terang Prof. Tjandra menceritakan pengalamannya menangani anggota keluarga saat isolasi mandiri.

Sebagian besar pasien Covid-19 Omicron ini diakui Prof. Tjandra akan baik-baik saja, tapi jangan abai untuk monitor pasien isolasi mandiri ini, kalau-kalau ada gejala yang lebih parah agar cepat ditangani. 

Hal paling penting untuk dilakukan saat ini adalah mempercepat vaksinasi lansia di Indonesia karena cakupannya yang masih perlu diperluas lagi dan merupakan kelompok paling berisiko saat terinfeksi virus ini.

“Ada tiga upaya untuk menekan penyakit Covid-19. Sudah jelas secara ilmiah terbukti pembatasan sosial, testing dan telusur, serta vaksinasi akan efektif menekan penularan. Masyarakat harus memperketat protokol kesehatan karena varian Omicron lebih menular dari varian sebelumnya”, tegas Prof. Tjandra.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI