Suara.com - Kesenjangan kualitas maupun kuantitas rumah sakit di wilayah barat dan timur Indonesia masih terjadi hingga saat ini. Kesenjangan itu terus terjadi, meski pemerintah telah menerbitkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2014.
Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dr. Bambang Wibowo, Sp.OG(K), MARS., mengatakan, meski biaya iuran JKN sama, tapi masyarakat di wilayah timur mendapatkan akses dan fasilitas lebih rendah dibandingkan dengan wilayah barat.
"Kalau kita lihat, wilayah barat dan timur sangat lebar senjangnya, terkait pelayanan medis dan non medis. Juga bisa dipersoalkan layanan JKN. Dengan situasi perbedaan pemberian pelayanan, premi sama di mana pun warga negara itu berada," kata dokter Bambang, dalam webinar FNM Society, Minggu (6/2/2022).
Bukan hanya terkait kualitas layanan medis maupun non medis, kecepatan waktu respon pelayanan di rumah sakit juga berbeda. Menurut dokter Bambang, respon layanan kesehatan di rumah sakit di wilayah timur rata-rata terlambat.
Baca Juga: Jabodetabek PPKM Level 3 Gegara Covid-19 Melonjak, Warteg Wajib Tutup Jam 9 Malam
"Tentu karena kompetensi tidak ada, jadi delay. Sehingga mutunya juga variasi, jadi lebar (kesenjangannya). Lalu juga terkait integrasi layanan, baik dari pra hospital, intra hospital, maupun pasca perawatan," tuturnya.
Ia mengatakan bahwa kesenjangan itu sangat terkait dengan perbedaan kompetensi yang masih sangat jauh antara rumah sakit di berbagai wilayah.
Sementara dari segi jumlah, wilayah Barat juga lebih banyak terdapat rumah sakit, baik RS Umum maupun RS Khusus. Data per 2020 tercatat bahwa dari total 2.943 rumah sakitbdi seluruh Indonesia, sekitar 77 persen (2.270 RS) di antaranya hanya tersebar di wilayah Barat Indonesia.
Sedangkan di wilayah Timur Indonesia, tercatat hanya 23 persen atau 673 rumah sakit.
Baca Juga: Catat, Aturan Terbaru Wilayah Jabodetabek, DIY, Bali dan Bandung Raya Masuk PPKM Level 3