Ketua Satgas IDI Ungkap 5 Obat Covid-19 Tak Guna dan Punya Efek Samping: Dari Antibiotik Hingga Ivermectin

Sabtu, 05 Februari 2022 | 19:15 WIB
Ketua Satgas IDI Ungkap 5 Obat Covid-19 Tak Guna dan Punya Efek Samping: Dari Antibiotik Hingga Ivermectin
Ivermectin. [Luis Robayo/AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban mengungkap beberapa obat Covid-19 yang terbukti tidak bermanfaat seperti ivermectin, klorokuin, oseltamivir, plasma konvalesen, hingga azithromycin.

Hal itu didasarkan dari evaluasi terhadap terapi dan penanganan Covid-19 yang telah lebih dari dua tahu. Sederet obat Covid-19 tersebut diketahui tidak banyak manfaat bahkan menimbulkan efek samping. 

"Obat-obat yang dulu dipakai untuk Covid-19 dan kini terbukti tidak bermanfaat, bahkan menyebabkan efek samping serius pada beberapa kasus," ujar Prof. Zubairi dalam cuitannya, dikutip suara.com, Sabtu (5/2/2022).

Guru Besar Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu menjelaskan efektifitas masing-masing obat tersebut, dengan rincian sebagai berikut:

Baca Juga: Jakarta Siap Tambah Hingga 11.500 Tempat Tidur Pasien Covid-19

1. Ivermectin

Ivermectin. [dokumentasi]
Ivermectin. [dokumentasi]

Meski sudah mulai digunakan di Indonesia, dengan persetujuan terbatas, tapi obat cacing atau obat antiparasit ini mendapat penolakan dari berbagai pakar kesehatan jika digunakan untuk Covid-19.

"Tidak disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan regulator obat Uni Eropa. Banyak laporan pasien yang memerlukan perhatian medis, termasuk rawat inap, setelah konsumsi Ivermectin," jelas Prof. Zubairi.

2. Klorokuin

Obat ini pernah digunakan sebagai obat darurat untuk Covid-19, padahal sebenarnya klorokuin adalah obat antimalaria, dan kini kata Prof. Zubairi obat ini menyebabkan efek samping yang perlu diwaspadai.

Baca Juga: Pemkot Mataram Tak Mau Berlakukan Lagi Jam Malam, Khawatir Berdampak ke Aktivitas Ekonomi

"Memang sudah dipakai oleh ratusan ribu orang di dunia. Namun terbukti malah berbahaya untuk jantung. Manfaat antivirusnya justru enggak ada. Jadi, klorokuin tidak boleh dipakai lagi," terangnya.

3. Oseltamivir

Sama seperti klorokuin, obat antivirus untuk influenza ini pernah digunakan sebagai obat darurat di awal pandemi, karena saat itu belum banyak penelitian dan obat yang diuji untuk merawat pasien Covid-19.

"Tidak ada bukti ilmiah untuk mengobati Covid-19. Bahkan, WHO sudah menyatakan obat ini tidak berguna untuk Covid-19. Kecuali saat Anda dites terbukti positif Influenza, yang amat jarang ditemukan di Indonesia," ungkap Prof. Zubairi.

Saat ini beberapa antivirus bisa jadi alternatif dibanding olseltamivir, yakni avigan, favipiravir, molnupiravir, dan remdesivir. Disesuaikan dengan anjuran dokter.

4. Plasma Konvalensen

Ini adalah sejenis terapi sel plasma konvalensen atau sel darah putih, yang disebut mengandung antibodi bekas perlawanan virus, yang bisa membantu pasien Covid-19 melawan virus corona.

Terapi ini berasal dari sel plasma yang didonorkan penyintas Covid-19, untuk nanti diberikan pada pasien Covid-19 yang masih berjuang dan dirawat di rumah sakit.

"Selain sama sekali tidak bermanfaat, pemberian plasma konvalesen juga mahal dan prosesnya begitu memakan waktu. Oleh WHO tidak direkomendasikan kecuali dalam konteks uji coba acak dengan kontrol," paparnya,

5. Azithromycin

Perlu diingat azithromycin bukan antivirus bukan juga obat Covid-19. Ini adalah sejenis obat antibotik yang bermanfaat untuk melawan bakteri dan bukan virus.

Sedangkan SARS CoV 2 bukanlah bakteri melainkan virus penyebab sakit Covid-19. Mengonsumsi obat sejenis ini tanpa diagnosis yang jelas, misalnya penyakit yang bukan disebabkan infeksi bakteri, bisa memicu resistensi antibiotik (AMR).

"Obat ini juga tidak bermanfaat sebagai terapi Covid-19, baik skala ringan serta sedang. Kecuali ditemukan bakteri, selain virus penyebab Covid-19 dalam tubuh Anda. Kalau hanya Covid-19, maka obat ini tidak diperlukan," tutup Prof. Zubairi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI