Suara.com - Kaum Adam sering menjadi korban persepsi masyarakat terutama urusan kejantanan. Semakin jantan seorang lelaki, katanya, maka semakin sempurna lah ia dikatakan pria sejati.
Padahal stigma kejantanan pada lelaki bisa sangat berbahaya, bukan hanya memengaruhi kesehatan mental tetapi juga urusan ranjang!
Sebuah studi terbaru juga menemukan bahwa perempuan bisa terdampak stigma tersebut, di mana mereka cenderung mengubah perilaku seksual karena ingin melindungi kejantanan pasangan lelaki mereka.
Menurut penelitian yang diterbitkan jurnal Social Psychological and Personality Science, semakin perempuan merasa maskulinitas pasangannya rapuh, maka semakin sering mereka melakukan orgasme palsu.
Baca Juga: 5 Fakta Unik Soal Rambut Kemaluan yang Perlu Kamu Tahu
"Perempuan akan memprioritaskan apa yang mereka pikir akan dibutuhkan pasangan daripada kebutuhan dan kepuasan seksualitas mereka sendiri," kata penulis utama penelitian, Jessica Jordan dari University of South Florida, dikutip dari Hindustan Times, Jumat (4/2/2022).
Studi dilakukan dengan mengumpulkan data dari 283 perempuan. Peneliti kemudian menemukan bahwa semakin perempuan menganggap kejantanan pasangan mereka rapuh, maka semakin rumit juga hubungan serta berisiko meningkatkan masalah kecemasan di antara pasangan.
Sebuah studi tambahan juga dibuat dengan melibatkan 196 perempuan. Semuanya diminta membayangkan punya pasangan dengan masalah fragile masculinity. Dari situ ditemukan bahwa sebagai besar responden mengaku cenderung akan menjawab urusan ranjang dengan tidak jujur.
"Jika seorang perempuan khawatir secara tidak sengaja dapat mengancap kejantanan pasangannya, hal itu dapat menyebabkan gangguan komunikasi," jelas Jordan lagi.
Ke depannya, Jordan berharap ada penelitian lebih lanjut dan lebih luas termasuk pada lelaki dengan pasangan sesama jenis.
Baca Juga: Punya Mr P Terlalu Besar dan Menonjol, Pria Ini Kesal Dituduh Mencuri
Dan meski penelitian di atas lebih fokus pada bagaimana perempuan memandang ketidakamanan maskulinitas lelaki, ia menekankan pentingnya komunikasi yang jujur dan saling memahami kebutuhan seksual pasangan.
"Ketika masyarakat menciptakan standar maskulinitas yang mustahil dipertahankan, maka tidak akan ada yang menang," pungkasnya.