IDAI Ungkap Manfaat Tes PCR Pada Anak yang Bergejala Covid-19, Sebut Bukan Sekadar Alat Diagnosis

Jum'at, 04 Februari 2022 | 13:51 WIB
IDAI Ungkap Manfaat Tes PCR Pada Anak yang Bergejala Covid-19, Sebut Bukan Sekadar Alat Diagnosis
Ilustrasi: Seorang siswa saat menjalani tes usap PCR sebagai langkah evaluasi kegiatan Pembelajaran tatap muka (PTM) di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Surakarta, Kamis (25/11/2021). [ANTARA/Bambang Dwi Marwoto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Angka infeksi Covid-19 di Indonesia kembali meningkat secara signifikan. Untuk itu, Ikatan Dokter Anak Indonesia atau IDAI mengingatkan orangtua agar tidak ragu untuk melakukan tes PCR jika anak nampak mengalami gejala atau potensi terpapar virus corona.

Ketua Satgas Covid-19 IDAI dr. Yogi Prawira mengatakan, tes PCR bukan hanya dijadikan patokan sebagai konfirmasi infeksi Covid-19, tapi juga diperlukan untuk mengetahui perjalanan penyakit tersebut.

"Karena timeline penting sekali, perjalanan penyakit ini penting sekali untuk Covid-19. Pada saat dua minggu pertama itu fase akut. Mungkin pada anak, 70 persen gejalanya ringan. Tetapi setelah 2 minggu fase akut, maka kita harus hati-hati dengan kondisi Mis-C," kata dokter Yogi dalam siaran langsung Instagram IDAI, Kamis (3/2/2022) kemarin.

MIS-C sendiri merupakan multisystem imflammatory syndrome children, di mana anak mengalami hiper inflamasi atau peradangan hebat pada berbagai sistem organ. Kondisi itu biasanya terjadi dua minggu setelah anak terkonfirmasi Covid-19.

Baca Juga: Gelombang Ketiga Pandemi RI, IDI ke Pemerintah: Penentuan Gas Rem PPKM Harus Dievaluasi Terus, Jangan sampai Terlambat

Dokter Yogi mengatakan, meskipun anak telah sembuh dari infeksi dengan hasil negatif tes PCR, risiko MIS-C masih bisa terjadi.

MIS-C bisa menyebabkan kerusakan pada berbagai sistem organ, seperti sistem susunan saraf pusat yang menyebabkan anak jadi hilang kesadaran. Selain itu, MIS-C juga berpotensi menyebabkan masalah di sistem kardiovaskuler dengan gejala klinis anak menjadi lemas.

Ada pula, gangguan pada sistem saluran cerna dengan gejala mual, muntah, hingga dehidrasi.

"Ini terjadi antara dua sampai enam minggu pasca-infeksi. Sehingga penting sekali kita untuk tahu apakah anak memang terinfeksi Covid-19 atau tidak. Jadi bisa melakukan pemantauan lebih hati-hati," kata dokter Yogi.

Ia menambahkan bahwa kondisi MIS-C belum bisa dipastikan pemicu pastinya. Sehingga pencegahannya juga belum pasti.

Baca Juga: Profesor Iris Ungkap Pentingnya Vaksin Booster dan Suplemen Imunomodulator untuk Jaga Daya Tahan Tubuh

Berdasarkan penetilitian di Amerika Serikat baru ditemukan bagaimana anak keturunan ras kulit hitam lebih berpotensi terjadi MIS-C daripada ras kulit putih.

"Itu mungkin hubungannya dengan genetik. Tapi kalau untuk komorbid sampai saat ini kita belum menemukan, apakah anak-anak yang tadinya memiliki masalah penyakit kronik setelah terinfeksi kemudian resiko untuk mengalami MIS-C, sampai sekarang belum kita temukan. Tapi ada Penelitian terhadap anak-anak di atas 12 tahun yang sudah vaksinasi basis MRNa, ternyata bisa menurunkan risiko MIS-C," tuturnya.

Meski tidak terjadi MIS-C, anak yang terinfeksi virus corona SARS Cov-2 itu juga masih berisiko mengalami long covid seperti orang dewasa.

"Long covid itu terjadi setelah 12 minggu pasca infeksi. Seandainya masih mengalami gejala, maka itu sudah masuk kriteria long covid. Jadi itu pentingnya melakukan PCR ketika ada indikasi," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI