Rata-Rata Pelajar di Bogor Habiskan Uang Jajan Rp 11 Ribu Untuk Beli Rokok di Warung

Kamis, 03 Februari 2022 | 08:13 WIB
Rata-Rata Pelajar di Bogor Habiskan Uang Jajan Rp 11 Ribu Untuk Beli Rokok di Warung
Ilustrasi Rokok (pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Kota Bogor mencatat kalau 21,4 persen pelajar SMP-SMA di wilayah tersebut masih menjadi perokok aktif. Sebagian besar siswa mengonsumsi rokok konvensional yang dibeli dari warung eceran.

Walikota Bogor Bima Aria mengatakan kalau para pelajar itu rata-rata menghabiskan uang jajannya sebanyak Rp 11 ribu hanya untuk membeli rokok.

"Ketika kita tanya darimana mereka membeli rokok, ini sebagian besar membeli rokok di warung. Kita tahu dari sini bahwa harga rokok ternyata masih bisa terjangkau oleh para remaja. Mereka bisa mengakses ini di warung, menghabiskan Rp 11.000 untuk rokok dan ini saya katakan masih terjangkau," kata Bima dalam diskusi virtual bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Rabu (2/2/2022).

Temuan itu berdasarkan survei Pemkot Bogor di 30 sekolah pada 2019 kepada pelajar kelas 2 SMP hingga 3 SMA dengan 56 persen di antaranya siswa laki-laki. Dari hasil survei tersebut diketahui bahwa rata-rata pelajar Bogor mulai merokok sejak usia 12 tahun.

Baca Juga: Bocah 6 Tahun di Cianjur Punya Kebiasaan Aneh Makan Kertas Rokok, Dinkes: Harusnya Orang Tua Melarang!

"Ini termasuk usia dini, masih 1 SMP. Mereka sangat rawan terpapar rokok," kata Bima.

Penjualan dan iklan maupun promosi rokok dalam bentuk apapun di warung juga supermarket sebenarnya telah dilarang dalam aturan Pemda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Bogor.

Namun, Bima mengaku pihaknya masih sering menemukan pelanggaran setiap kali melakukan sidak dadakan di warung juga supermarket.

Dari hasil survei pun terungkap kalau 82,3 persen siswa pernah melihat iklan atau promosi rokok di tempat penjualan warung. Selain itu, 7,3 persen anak mengaku pernah didekati sales rokok dalam ajang promosi dan selalu menawarkan produk gratis.

Kemudian, 6 persen siswa menggunakan barang dengan label nama perusahaan rokok, misalnya kaos, topi, pulpen, tas, dan lain-lain.

Baca Juga: Jokowi Dinilai Tak Serius Lindungi Anak dari Rokok, YLKI: Malah Main Mata Dengan Industri

"Ini yang harus kita benahi dengan sidak warung terselubung ini," ujarnya.

Tetapi, yang juga mengkhawatirkan adanya 'penyelundupan' industri lokal dalam upaya promosi rokok secara halus kepada anak.

"Dengan cara yang lebih halus, tidak terbaca, tapi sebetulnya arahnya adalah mengajak anak untuk membeli produk rokok. Kadang-kadang enggak ada rokoknya bisa kita lihat. Mungkin iklan coklat atau kopi, ini yang kami lihat di warung-warung inilah yang bisa diakses oleh anak-anak," kata Bima.

Untuk mewujudkan KTR tersebut, Bima mengharapkan terus terjalin kerjasama antara polisi hingga komunitas untuk sama-sama membaca pola industri rokok yang menyasar anak-anak muda.

"Dan kita harus perkuat regulasi kita, bahkan mungkin mereduksi bagian-bagian yang perlu direvisi lagi," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI