Suara.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM memberikan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) vaksin Sinopharm sebagai vaksin booster.
Persetujuan ini membuat Sinopharm jadi vaksin ke-6 yang bisa digunakan sebagai dosis ketiga atau dosis vaksin booster di Indonesia.
Vaksin buatan Beijing Bio-Institute Biological, China ini diberikan sebagai booster homolog, yakni pada usia dewasa di atas 18 tahun, yang sebelumnya menerima vaksin dosis 1 dan 2 (dosis primer) menggunakan vaksin Sinopharm.
“Sesuai persyaratan penggunaan darurat, BPOM telah melakukan evaluasi terhadap aspek khasiat dan keamanan mengacu pada standar evaluasi vaksin Covid-19 untuk vaksin Sinopharm sebagai dosis booster homolog untuk dewasa 18 tahun ke atas,” Ujar Kepala Badan POM, Penny K. Lukito melalui keterangannya yang diterima suara.com, Rabu (2/2/2022).
Baca Juga: Prediksi CDC Eropa: Vaksin Booster Kurangi Jumlah Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
Lebih lanjut Penny mengatakan, kejadian yang tidak diharapkan (KTD) penggunaan vaksin Sinopharm bisa ditoleransi dan diterima tubuh dengan baik.
Selain itu, KTD yang terjadi pada booster Sinopharm ini ditemukan lebih rendah dibandingkan saat pemberian dosis primer.
KTD itu meliputi reaksi lokal seperti nyeri di tempat suntikan, pembengkakan, dan kemerahan serta reaksi sistemik seperti sakit kepala, kelelahan, dan nyeri otot, dengan tingkat keparahan grade 1 hingga 2.
Adapun dari sisi imunogenisitas, menunjukan booster Sinopharm mampu meningkatkan antibodi 8,4 kali hingga 8 kali lipat.
Peningkatan antibodi ini, juga disebut BPOM lebih tinggi dibanding saat pemberian vaksinasi 2 dosis atau atau vaksin primer.
Baca Juga: PAPDI Beri Imbauan tentang Pemberian Vaksinasi Booster Covid-19
Peningkatan ini didapatkan melalui parameter pengukuran antibodi netralisasi dan anti IgG.
Penny mengatakan persetujuan EUA ini, bisa menjadikan vaksin Sinopharm sebagai alternatif vaksin booster homologous untuk vaksin inactivated virus.
“Karena itu, kami kembali menyampaikan apresiasi kepada Tim Ahli Komite Nasional Penilai Vaksin Covid-19 termasuk ahli di bidang farmakologi, metodologi penelitian dan statistik, epidemiologi, kebijakan publik, imunologi, kemudian ITAGI serta asosiasi klinisi atas kerjasamanya yang memungkinkan vaksin ini segera rilis ke masyarakat,” tutup Penny.