Target Turunkan Stunting Hingga 14 Persen di Tahun 2024, Apakah Bisa Dicapai? Ini Kata Kemenko PMK

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Rabu, 26 Januari 2022 | 23:30 WIB
Target Turunkan Stunting Hingga 14 Persen di Tahun 2024, Apakah Bisa Dicapai? Ini Kata Kemenko PMK
Ilustrasi stunting, tinggi badan anak. (Envato Elements)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Stunting alias anak lahir kerdil dan kurus bisa menghambat perkembangan bangsa. Target penuunan angka stunting pun kerap disampaikan setiap tahun. Namun, apakah ini bisa dicapai?

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto mengatakan perlu kerja keras untuk bisa mencapai target penurunan angka stunting seperti yang diinginkan presiden Joko Widodo.

"Kita masih harus bekerja keras dan perlu langkah luar biasa untuk menurunkan kekerdilan hingga 14 persen di tahun 2024 sebagaimana yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024," katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta.

Agus mengatakan secara nasional prevalensi balita stunting masih sebesar 24,4 persen, underweight sebesar 17 persen dan wasting sebesar 7,1 persen (SSGI, 2021).

Baca Juga: Atasi Persoalan Stunting, Hendi Minta Dukungan Tim Penggerak PKK Kota Semarang

Selain itu, kata Agus, Indonesia juga masih memikul beban ganda masalah gizi yaitu masih banyak penduduk yang mengalami kekurangan gizi mikro, makro dan gizi lebih.

Agus mengatakan tantangan untuk meningkatkan status gizi semakin besar mengingat pandemi COVID-19 berpotensi untuk menyebabkan terganggunya kondisi kesehatan, sosial-ekonomi masyarakat serta mempengaruhi pola makan atau asupan makan.

"Dalam upaya pencapaian target tersebut diperlukan dukungan dari semua pemangku kepentingan seperti lintas kementerian/lembaga, mitra pembangunan, profesi, perguruan tinggi, tokoh agama, tokoh masyarakat," katanya.

Agus mengatakan percepatan penurunan kekerdilan ini harus dilaksanakan secara holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi pemerintah pusat dan daerah serta kepentingan lain termasuk TNI-POLRI.

"Intervensi spesifik dan sensitif harus dapat terimplementasi nyata di lapangan tentunya disertai strategi peningkatan kapasitas SDM dan edukasi baik ditingkat rumah tangga, posyandu, puskesmas dan lokasi lain untuk mendukung upaya perbaikan gizi untuk mencegah kekerdilan," ujarnya.

Baca Juga: Benarkah Anak yang Baru Minum Sufor Setelah Lebih dari 1 Tahun Berisiko Stunting? Ini Kata Ahli

Agus mengatakan momentum Hari Gizi Nasional bisa dipakai untuk berbagi dan bergerak bersama memberi perhatian pada remaja, ibu hamil, pasangan usia subur dan calon pengantin.

Berdasarkan data, pasangan usia subur yang bukan peserta KB masih ada sebesar 16.347.800, jumlah ibu hamil sebesar 4.887.405 ibu dan balita kekerdilan sebesar 5,33 juta balita.

"Perlu juga pendampingan khusus untuk daerah dengan jumlah kelompok risiko tinggi di tujuh provinsi prioritas prevalensi kekerdilan tinggi seperti NTT, Sulawesi Barat, Aceh, NTB, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Selain itu terdapat lima provinsi dengan jumlah absolut yang cukup besar yakni Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten dan Sumatera Utara," katanya.

Dalam memperingati Hari Gizi Nasional ke 62, Agus mengajak seluruh masyarakat ikut bahu membahu perang melawan kekerdilan. Menurutnya, untuk mewujudkan SDM unggul untuk menuju Indonesia Maju, maka kekerdilan harus dientaskan dari Indonesia.

"Kemenko PMK mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bekerjasama dalam memerangi kekerdilan karena masa depan suatu bangsa dan negara terletak kepada kemampuan dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang maju dan berkualitas. Mari wujudkan SDM unggul dalam menyongsong industri 5.0," ujarnya. [ANTARA]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI