Suara.com - Pembelajaran tatap muka alias PTM masih akan terus dilakukan, meski terjadi lonjakan kasus COVID-19 dalam beberapa pekan terakhir.
Hal ini mendapat perhatian dari epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman, yang meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali proses pembelajaran tatap muka (PTM).
"PTM sebaiknya di-suspend, setidaknya dari akhir Januari sampai awal Maret tahun ini, karena itu periode prediksi masa krisis di Indonesia pada Februari-Maret," ujar Dicky Budiman ketika dihubungi ANTARA.
Ia mengatakan, meski pemerintah melaksanakan program vaksinasi terhadap para siswa, namun belum semua siswa yang mendapatkan vaksinasi.
![Sejumlah siswi menggunakan alat cek suhu tubuh sebelum masuk ke sekolah di Kota Bandung, Jawa Barat. [ANTARA/HO-Diskominfo Kota Bandung]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/01/10/28068-ptm-100-persen-bandung.jpg)
"Risikonya cukup berat untuk anak-anak, dan terbukti dari negara-negara lain menunjukkan kasus infeksi anak meningkat," katanya.
Ia mengingatkan Omicron merupakan varian yang berbahaya karena masuk dalam variant of concern (VOC) yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Omicron ini variant of concern, itu berbahaya, serius dampaknya, dan ada potensi menyebabkan kematian dan keparahan," tuturnya.
Ia menambahkan, setiap VOC mempunyai kelebihan atau daya rusak sehingga perlu diwaspadai.
"Kenapa dia menjadi variant of concern, berarti dia bisa memperburuk situasi pandemi, termasuk menyebabkan kematian," katanya.
Baca Juga: Kasus COVID-19 Naik Lagi, Epidemiolog Minta Pembatasan Sosial Kembali Digalakkan
Menurutnya, varian Omicron tidak ada bedanya dengan varian yang masuk VOC lainnya, seperti Alpha, Beta, Delta, Gamma.