Lonjakan Kasus COVID-19, Epidemiolog Pertanyakan Pentingnya Melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Selasa, 25 Januari 2022 | 05:55 WIB
Lonjakan Kasus COVID-19, Epidemiolog Pertanyakan Pentingnya Melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka
Seorang guru mengajar saat Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SDN Pasar Baru 1, Kota Tangerang, Banten, Senin (25/10/2021). [Suara.com/Hilal Rauda Fiqry]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pembelajaran tatap muka alias PTM masih akan terus dilakukan, meski terjadi lonjakan kasus COVID-19 dalam beberapa pekan terakhir.

Hal ini mendapat perhatian dari epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman, yang meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali proses pembelajaran tatap muka (PTM).

"PTM sebaiknya di-suspend, setidaknya dari akhir Januari sampai awal Maret tahun ini, karena itu periode prediksi masa krisis di Indonesia pada Februari-Maret," ujar Dicky Budiman ketika dihubungi ANTARA.

Ia mengatakan, meski pemerintah melaksanakan program vaksinasi terhadap para siswa, namun belum semua siswa yang mendapatkan vaksinasi.

Baca Juga: Kasus COVID-19 Naik Lagi, Epidemiolog Minta Pembatasan Sosial Kembali Digalakkan

Sejumlah siswi menggunakan alat cek suhu tubuh sebelum masuk ke sekolah di Kota Bandung, Jawa Barat. [ANTARA/HO-Diskominfo Kota Bandung]
Sejumlah siswi menggunakan alat cek suhu tubuh sebelum masuk ke sekolah di Kota Bandung, Jawa Barat. [ANTARA/HO-Diskominfo Kota Bandung]

"Risikonya cukup berat untuk anak-anak, dan terbukti dari negara-negara lain menunjukkan kasus infeksi anak meningkat," katanya.

Ia mengingatkan Omicron merupakan varian yang berbahaya karena masuk dalam variant of concern (VOC) yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Omicron ini variant of concern, itu berbahaya, serius dampaknya, dan ada potensi menyebabkan kematian dan keparahan," tuturnya.

Ia menambahkan, setiap VOC mempunyai kelebihan atau daya rusak sehingga perlu diwaspadai.

"Kenapa dia menjadi variant of concern, berarti dia bisa memperburuk situasi pandemi, termasuk menyebabkan kematian," katanya.

Baca Juga: Mengapa Pemeriksaan WGS Penting untuk Tekan Penyebaran COVID-19 di Indonesia? Ini Penjelasan Epidemiolog

Menurutnya, varian Omicron tidak ada bedanya dengan varian yang masuk VOC lainnya, seperti Alpha, Beta, Delta, Gamma.

Di Indonesia, lanjut dia, terdapat dua kasus fatalitas atau meninggal akibat varian Omicron. Maka itu, langkah mitigasi harus segera dilakukan.

"Sekarang ini kita baru lihat pada lansia, kalau kita tidak cepat melakukan mitigasi, kematian pada anak akan muncul," ucapnya.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan dua pasien COVID-19 terkonfirmasi Omicron telah meninggal dunia.

"Satu kasus merupakan transmisi lokal, meninggal di RS Sari Asih Ciputat dan satu lagi merupakan Pelaku Perjalanan Luar Negeri, meninggal di RSPI Sulianti Saroso," kata juru bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi.

Tercatat, sejak 15 Desember hingga saat ini secara kumulatif tercatat 1.161 kasus konfirmasi Omicron ditemukan di Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI