Kasus COVID-19 Naik Lagi, Epidemiolog Minta Pembatasan Sosial Kembali Digalakkan

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Senin, 24 Januari 2022 | 22:32 WIB
Kasus COVID-19 Naik Lagi, Epidemiolog Minta Pembatasan Sosial Kembali Digalakkan
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan saat jam pulang kerja di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (3/11/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Meningkatnya kasus COVID-19 dalam beberapa pekan terakhir mendapat perhatian dari epidemiolog. Apa yang perlu dilakukan?

Menurut epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono meminta pemerintah untuk mengevaluasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di tengah meningkatnya kasus Omicron.

"PPKM berlevel harus dievaluasi kembali, pembatasan sosialnya diubah atau dinaikan levelnya," ujar Tri Yunis Miko.

Menurutnya, adanya kasus kematian akibat varian Omicron itu menjadi alarm bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah mitigasi untuk mengurangi aktivitas masyarakat.

Baca Juga: Mengapa Pemeriksaan WGS Penting untuk Tekan Penyebaran COVID-19 di Indonesia? Ini Penjelasan Epidemiolog

Warga melintas di dekat mural bertema COVID-19 di Jakarta, Rabu (1/12/2021).  ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Warga melintas di dekat mural bertema COVID-19 di Jakarta, Rabu (1/12/2021). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Di samping itu, lanjut dia, pemerintah juga diminta untuk memperketat pintu masuk negara dan menerapkan kembali aturan karantina selama 14 hari.

Ia menilai, aturan masa karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri selama 10 hari kurang tepat, mengingat varian Omicron bertahan selama 14 hari dalam tubuh individu.

Di samping itu, ia menambahkan, edukasi dan sosialisasi mengenai protokol kesehatan juga harus kembali digiatkan masyarakat agar tetap waspada.

"Masyarakat sudah mulai tidak menerapkan protokol kesehatan, tampaknya harus digemborkan lagi," ucapnya.

Tri Yunis Miko juga meminta pemerintah untuk meningkatkan surveilans melalui pengujian dan pelacakan di setiap daerah.

Baca Juga: Update COVID-19 Jakarta 24 Januari: Positif 1.993, Sembuh 562, Meninggal 0

Maka itu, lanjut dia, ketersediaan alat uji yang cepat dan efektif mendeteksi varian Omicron harus ada di setiap provinsi.

Dihubungi terpisah, epidemiolog dari Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Defriman Djafri mengatakan penerapan PPKM saat ini memerlukan pengawasan dan evaluasi.

"PPKM masih diberlakukan sampai saat ini, terlepas dari itu yang penting adalah apakah pengawasan dan evaluasi di lapangan saat ini masih efektif dan benar-benar diterapkan," tuturnya.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan dua pasien COVID-19 terkonfirmasi Omicron telah meninggal dunia.

Kedua kasus tersebut merupakan pelaporan fatalitas pertama di Indonesia akibat varian baru yang memiliki daya tular tinggi.

"Satu kasus merupakan transmisi lokal, meninggal di RS Sari Asih Ciputat dan satu lagi merupakan pelaku perjalanan luar negeri, meninggal di RSPI Sulianti Saroso," kata juru bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi.

Tercatat, sejak 15 Desember hingga saat ini secara kumulatif tercatat 1.161 kasus konfirmasi Omicron ditemukan di Indonesia. [ANTARA]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI