Suara.com - Kenaikan kasus Covid-19 varian Omicron tak pelak membuat sebagian orangtua khawatir dengan berlanjutnya pembelajaran tatap muka alias PTM di sekolah.
Terkait hal ini, psikolog anak dan keluarga Samanta Elsener, M.Psi., Psi, membagikan sejumlah kiat mengurangi kecemasan serta kekhawatiran bagi orangtua yang melepas anak untuk pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah.
“Pertama, kenali diri kita dulu kebutuhannya seperti apa. Apakah kita termasuk orang yang tipe pemikir atau tipe perasa,” ujar Samanta mengutip ANTARA.
Jika memiliki kecenderungan sebagai tipe pemikir, maka orangtua dapat menuliskan daftar hal apa saja yang dikhawatirkan serta memikirkan kembali seberapa penting dan dalamnya hal tersebut. Setelah itu, beri peringkat atau rating dari angka 1 hingga 10 untuk menilai tingkat kekhawatiran yang muncul.
![Siswa mengikuti pembelajaran tatap muka di SDN Pondok Labu 14 Pagi, Jakarta, Senin (30/8/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/08/30/37489-pembelajaran-tatap-muka-di-jakarta.jpg)
“Yang paling dikhawatirkan, contohnya, takut anak ini tidak bisa menjaga prokes dengan baik di sekolah, maskernya suka dilepas. Misalnya, kekhawatiran itu nomor satu dibandingkan dengan yang lainnya. Lalu beri rating. Jadi kita akan tahu solusinya nanti apa,” terang Samanta.
Begitu pula apabila orangtua memiliki kecenderungan sebagai tipe perasa, metode yang digunakan masih serupa yakni dengan pemberian penilaian dari angka 1 hingga 10. Namun pada tipe ini, barometer tingkat kekhawatiran yang digunakan didasarkan pada perasaan.
“Setelah mengetahui kekhawatiran itu, kita tarik nafas, inhale lalu exhale. Selanjutnya kita bisa merasakan bahwa tingkat kekhawatiran, kepanikan, atau kecemasan kita bisa berkurang dengan menyadari bahwa ternyata kita tidak merasakan itu sendirian, ibu yang lain juga pasti merasakan,” katanya.
Selain membuat daftar tingkat kekhawatiran, Samanta juga merekomendasikan teknik lain untuk mengurangi kekhawatiran.
Orangtua dapat melakukan teknik dengan menyusun dan menuliskan satu kalimat afirmasi yang mengandung dua hal yang kebenaran (two things are true) sekaligus mencakup elemen frasa yang tampak berlawanan.
Baca Juga: Kasus Harian di Bogor Melonjak Tajam, Muad Khalim Minta Disdik Evaluasi PTM
“Jadi ada dua hal yang benar, tapi satu negatif dan satu lagi positif, lalu kita kombinasikan. Contoh kalimatnya: ‘Virus Omicron berbahaya dan saya mampu, kok, melalui ini’,” ujar Samanta.