Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji Jadi Penyebab Kasus Autoimun di Dunia Meningkat

Rabu, 12 Januari 2022 | 09:10 WIB
Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji Jadi Penyebab Kasus Autoimun di Dunia Meningkat
Ilustrasi Makanan Cepat Saji. (freepik)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Para ilmuwan menyalahkan cara diet gaya Barat jadi salah satu penyebab meningkatnya prevalensi penyakit autoimun di seluruh dunia.

Dua ilmuwan dari Institut Francis Crick London, James Lee dan Carola Vinuesa, mengatakan bahwa mereka bekerja untuk menentukan penyebab pasti penyakit autoimun.

"Jumlah kasus autoimun mulai meningkat sekitar 40 tahun yang lalu di barat. Namun, kami sekarang melihat beberapa muncul di negara-negara yang tidak pernah ada penyakit seperti itu sebelumnya," kata Lee kepada Guardian's Observer, dikutip dari Fox News.

Mereka menemukan bahwa saat ini banyak orang di dunia dengan sistem kekebalan yang tidak bisa lagi menentukan perbedaan antara sel sehat dan mikroorganisme yang menyerang.

Baca Juga: Solusi Bakar Kalori, Restoran Cepat Saji Ini Bikin Pelanggan Bisa Makan Sambil Nyepeda

Penyakit autoimun. (Shutterstock)
Penyakit autoimun. (Shutterstock)

Lee mengatakan, peningkatan penyakit terbesar usus (IBD) baru-baru ini terjadi di Asia Timur dan Timur Tengah, padahal sebelumnya hampir tidak pernah ditemukan penyakit tersebut.

The Cleveland Clinic melaporkan bahwa diet yang keliru dan terlalu cepat menurunkan berat badan dapat meningkatkan tekanan darah, menaikkan kolesterol, menyebabkan penambahan berat badan kemudian hari, menguras energi, dan mempengaruhi suasana hati seseorang.

Di Amerika Serikat sendiri, berdasarkan data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) bahwa dari 2013-2016, sebanyak 36,6 persen orang dewasa mengonsumsi makanan cepat saji pada hari tertentu.

Vinuesa menambahkan, makanan cepat saji hampir tidak mengandung nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Selain itu juga kurang serat. Terlalu sering konsumsi makanan cepat saji jadi salah satu pemicu terjadinya autoimun.

"Dan bukti menunjukkan perubahan ini mempengaruhi mikrobioma seseorang, kumpulan mikroorganisme yang kita miliki dan memainkan peran kunci dalam mengendalikan berbagai fungsi tubuh," jelasnya.

Baca Juga: Dokter Akui Sulit Diagnosis Penyakit Autoimun Lupus

"Perubahan pada mikrobioma kita ini kemudian memicu penyakit autoimun, yang lebih dari 100 jenisnya kini telah ditemukan," imbuh Vinuesa.

Menurut Lee dan Vineusa, meski tidak memiliki riwayat genetik autoimun, siapa pun tetap berisiko alami penyakit tersebut. Apalagi jika sering konsumsi makanan cepat saji.

Terkait pengobatan, masih terus mengembangkan dan mencari pengobatan yang efektif. Namun, pengobatan yang dibutuhkan pasien tidak selalu sama.

"Saat ini, tidak ada obat untuk penyakit autoimun, yang biasanya berkembang pada orang muda. Itu berarti semakin banyak orang yang menghadapi operasi atau harus menjalani rutin selama sisa hidup mereka. Ini bisa menjadi hal yang suram bagi pasien dan beban besar pada layanan kesehatan. Oleh karena itu, kebutuhan mendesak untuk menemukan perawatan baru yang efektif," kata Vinuesa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI