Suara.com - Memiliki anak dan membesarkan buah hati merupakan keinginan banyak pasangan. Meski begitu, ada juga pasangan suami istri yang kemudian memutuskan untuk menunda mendapat momongan.
Hanya saja, masih banyak pandangan nyinyir dan tekanan sosial kepada pasangan yang menunda memiliki anak.
Bagi pasangan yang menunda memiliki momongan, ada beberapa hal yang biasanya mereka perhatikan, seperti persiapan yang matang, baik dari segi finansial, emosional, dan psikologis dari istri maupun suami.
Usia istri serta kesehatan reproduksi istri dan suami juga jadi faktor penentu keberhasilan punya anak.
Baca Juga: 5 Tips Menemui Orang Tua Pasangan untuk Pertama Kali, Jangan Berlebihan!
"Penundaan itu ada beberapa tujuan, memang ingin menunda punya anak, ada yang ingin memberi jarak punya anak, ada juga yang tidak ingin punya anak. Berbagai macam kebutuhan," ujar dr. Yassin Yanuar dikutip Suara.com dari siaran pers Teman Bumil, Jumat (7/1/2022).
Keputusan rentang waktu untuk menunda punya anak setelah menikah sendiri amat beragam pada setiap pasangan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Teman Bumil dan Populix, 63 persen dari 119 pasangan ingin menunda punya anak selama 10-12 bulan.
Sementara 16 persen menunda selama 4-6 bulan, 11 persen selama 0-3 bulan, dan 10 persen menunda selama 7-9 bulan.
Alasannya pun berbeda-beda, ada yang ingin hidup berdua dulu, belum siap secara finansial, ingin fokus berkarier, ingin melanjutkan pendidikan, dan lain sebagainya.
Saat ditanyakan kepada 119 partisipan survei yang memutuskan untuk menunda punya anak setelah menikah, sebanyak 33 persen mengaku mendapatkan tekanan sosial akibat keputusan yang dibuat.
Baca Juga: 4 Dampak Buruk Posesif terhadap Pasangan, Jangan Disepelekan!
Paling banyak adalah kenalan seperti tetangga, teman di media sosial, dan lain-lain yaitu sekitar 38 persen.
Sedangkan, orangtua dari pihak istri dan mertua menduduki posisi kedua dan ketiga sebagai kelompok yang sering memberikan tekanan atas keputusan mereka, yaitu senilai 31 persen dan 15 persen.
Terkait tekanan sosial ketika memutuskan untuk menunda punya anak, psikolog Anna Surti Ariani menyarankan pasangan perlu berdiskusi bagaimana cara menjawab pertanyaan dari orang sekitar atas kondisi tersebut.
"Hal yang mungkin penting untuk kita siapkan adalah mendiskusikan dengan pasangan akan menjawab apa ketika orang-orang bertanya dan bagaimana cara menjawabnya."
"Bisa saja kita bersepakat dengan pasangan untuk mengabaikan saja semua pertanyaan tentang anak. Bisa juga kita menjawab dengan ‘doain saja’, kemudian mengalihkan ke topik lainnya," terang psikolog yang akrab disapa Nina ini.
Selain menemui kesepakatan bagaimana cara merespons orang sekitar, tambah Nina, berdiskusi dengan pasangan juga akan membuat istri merasa punya support system ketika menjawab hal itu. Alhasil, istri cenderung tidak menyalahkan diri ketika mendapat tekanan sosial.