Ini Perbedaan Lonjakan Kasus Covid-19 Akibat Varian Delta dengan Omicron

Kamis, 06 Januari 2022 | 13:46 WIB
Ini Perbedaan Lonjakan Kasus Covid-19 Akibat Varian Delta dengan Omicron
Ilustrasi virus corona. [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia diperkirakan akan mengalami gelombang ketiga Covid-19 akibat paparan virus corona varian omicron.

Namun diprediksi, peningkatan kasus yang terjadi akan lebih perlahan dibanding lonjakan kasus akibat Covid-19 varian delta seperti tahun lalu.

Epidemiolog Universitas Griffith Australia dr. Dicky Budiman menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia saat ini telah lebih banyak memiliki antibodi Covid-19, dibanding ketika lonjakan kasus akibat delta yang terjadi pertengahan tahun lalu.

Selain karena sifat asli omicron, antibodi yang terbentuk pada masyarakat saat ini juga membuat orang yang positif virus corona kebanyakan tidak bergejala.

Baca Juga: KIPI: Dua Warga Sulsel Meninggal Bukan Karena Vaksin Covid-19

"Potensi gelombang ketiga masih moderat, karena orang yang memiliki imun sudah lebih banyak. Bukan karena omicron tidak berbahaya, omicron tetap berbahaya, tapi jumlah orang yang memiliki imunitas sedikit banyak meredam," kata dokter Dicky saat dihubungi suara.com, Kamis (6/1/2022).

Beda kondisinya dengan lonjakan kasus akibat delta, di mana ketika itu antibodi Covid-19 di masyarakat belum banyak terbentuk.

Selain itu, sifat varian delta yang memang lebih cepat menular dan menyebabkan keparahan penyakit, sehingga banyak pula kasus positif yang ditemukan. 

Sementara lonjakan akibat varian omicron di Indonesia diperkirakan baru akan terlihat pada akhir Februari. Meski begitu, menurut dokter Dicky, bukan berarti penularan di masyarakat tidak tinggi dalam dua bulan ke depan. 

Hanya saja, kemungkinan lebih banyak orang tidak bergejala. Sehingga kasusnya tidak terdeteksi.

Baca Juga: Virus Corona di India Ngamuk, Dalam Satu Hari Nyaris Tembus 100 Ribu Kasus

Selain itu, deteksi dini tes Covid-19 di Indonesia yang masih rendah juga menjadi hambatan dalam menemukan kasus baru. Di sisi lain, penularan tetap bisa terjadi di tengah masyarakat.

"Kita baru akan melihat dampaknya pada orang-orang yang rawan. Kalau tidak segera dilindungi dengan booster ini akan terlihat akhir Februari, jumlah orang yang akhirnya memeriksakan diri dan datang ke fasilitas kesehatan akan meningkat," ujarnya.

"Sehingga jangan dianggap ini tidak ada lonjakan  karena deteksi dini kita tidak cukup, terlebih masyarakat kita bukan orang yang rutin deteksi dini," tambah dokter Dicky.

Lambatnya kenaikan kasus positif akibat omicron juga mulai terlihat secara global, di mana angka infeksi harian mencapai rekor selama pandemi terjadi hingga lebih dari 2,5 juta kasus.

Padahal varian omicron telah menyebar ke banyak negara sejak akhir November 2021.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI