Suara.com - Tak lagi cukup sekadar cuci tangan dan memakai hand sanitizer, para peneliti Israel telah menemukan bahwa semprotan pembersih hidung atau nose sanitizer diklaim mampu membunuh virus SARS-CoV-2 atau virus corona penyebab Covid-19.
Saat ini, nodse sanitizer sudah mulai dipasarkan di beberapa negara guna menekan penularan Covid-19.
Salah satu perusahaan yang telah merilis nose sanitizer adalah perusahaan asal Kanada, Sanotize, dengan produknya Enovid.
Dikutip dari Antara, Dr. Gilly Regev, PhD, CEO dan pendiri Sanotize menjelaskan bahwa selama tes laboratorium, semprotan hidung menghentikan virus corona di jalurnya dalam jangka waktu tersebut.
Baca Juga: Kualitas Udara Ternyata Berpengaruh pada Penyebaran Virus
Dalam penelitian, alat kesehatan itu telah terbukti membunuh virus corona dalam waktu dua menit pada kondisi laboratorium. Saat diuji di pasien Covid-19, dikonfirmasi "viral load" berkurang di dalam tubuh sebesar 95 persen dalam waktu 24 jam dan 99 persen dalam kurun waktu 72 jam.
"Solusi kami dapat membunuh virus Covid-19 dalam dua menit," kata Dr. Gilly Regev dalam siaran pers pada Senin (3/1/2022).
Nose sanitizer itu diklaim terbukti efektif dalam mengurangi jumlah virus COVID-19 varian lainnya dan uji klinis sedang berjalan untuk membuktikan tingkat efikasi untuk varian-varian baru.
Nose sanitizer bekerja dengan cara membersihkan hidung dari lendir, kotoran, maupun debu. Dikatakan bahwa membersihkan hidung dari kotoran, lendir, dan debu akan memperbaiki kerja sistem mukosiliar pada hidung dan meningkatkan pertahanan hidung.
Alat kesehatan ini dapat digunakan hingga lima kali sehari oleh masyarakat yang telah melakukan kontak erat dengan pasien Covid-19.
Awal tahun ini, Enovid telah diberikan izin penggunaan sebagai alat kesehatan oleh Kementerian Kesehatan Israel dan memulai jalur produksi lokal. Penggunaan Enovid telah disetujui untuk orang berusia 12 ke atas
Baca Juga: Proses Vaksinasi dengan Vaksin yang Ada Terus Berlanjut
"Nose Sanitizer yang diciptakan untuk penanganan Covid-19 sudah lolos uji klinis di beberapa negara dan diharapkan bisa diproduksi dalam skala besar untuk penanganan global," kata Dr. Gilly Regev.