Akhir Tahun 2021, Menkes Budi Gunadi Sadikin Ungkap Ada Indikator RPJMN yang Meleset

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Jum'at, 31 Desember 2021 | 12:52 WIB
Akhir Tahun 2021, Menkes Budi Gunadi Sadikin Ungkap Ada Indikator RPJMN yang Meleset
Ilustrasi penyakit [shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang kesehatan dievaluasi dengan serius oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Ia mengatakan ada beberapa indikator RPJMN yang meleset, dan mengemukakan enam indikator capaian sasaran pokok bidang kesehatan membutuhkan intervensi khusus.

"Saya akui memang di tahun 2021 beberapa indikator meleset, karena waktu kita dan tenaga kita sebagian besar digunakan untuk menangani pandemi COVID-19," kata Budi Gunadi Sadikin, mengutip ANTARA.

Dalam RPJMN 2020-2024, kata Budi, Kemenkes RI diminta untuk mengatasi lima persoalan kesehatan, yakni meningkatkan kesehatan ibu dan anak, mempercepat perbaikan gizi masyarakat, meningkatkan pengendalian penyakit, gerakan masyarakat sehat, dan memperkuat sistem kesehatan.

Baca Juga: WNI Positif Omicron Lolos Karantina, Menkes Budi Ungkap Kronologinya

Tangkapan layar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers yang dipantau daring, Senin (26/7/2021). (ANTARA/Devi Nindy)
Tangkapan layar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers yang dipantau daring, Senin (26/7/2021). (ANTARA/Devi Nindy)

Indikator yang meleset pada 2021, di antaranya angka kematian ibu, persentase imunisasi dasar, prevalensi tengkes, insidensi tuberkolosis, serta dua hal terkait dengan perilaku masyarakat, yakni persentase merokok usia muda dan persentase obesitas.

Budi mengatakan upaya intervensi yang dilakukan pada angka kematian ibu dimulai dari sisi pemenuhan sarana prasarana Puskesmas untuk keperluan kelahiran dasar dan layanan kelahiran darurat.

"Kita men-deployed alat USG (ultrasonografi), karena saya juga baru sadar bahwa tidak semua Puskesmas kita memiliki USG, sehingga banyak yang kelahirannya, ibunya meninggal karena kondisi anaknya tidak diketahui," katanya.

Selain itu, Kemenkes juga mewajibkan interval pemeriksaan kehamilan dari semula hanya empat kali menjadi enam kali dan dua diantaranya harus melibatkan dokter untuk mendeteksi dini potensi gangguan kesehatan ibu hamil.

Pada indikator imunisasi dasar anak usia 12-23 bulan, kata Budi, gagal tercapai pada tahun ini target imunisasi dan pengerahan tenaga kesehatan fokus pada vaksinasi COVID-19.

Baca Juga: Empat Strategi Pemerintah Atasi Penularan Varian Omicron Di Indonesia

"Sehingga, vaksinasi dasar sangat tertinggal dan saya melihat ini agak bahaya melihat ini, masa depan yang harus diproteksi," katanya.

Intervensi yang dilakukan Kemenkes adalah mengintegrasikan semua sistem informasi vaksinasi dengan COVID-19.

"Karena vaksinasi COVID-19 memiliki sistem informasi yang paling bagus," katanya.

Vaksinasi dasar juga diperluas dengan melibatkan fasilitas klinik kesehatan yang jumlahnya saat ini lebih banyak dari Puskesmas.

"Sistem registrasi kita akan coba digitalisasi, sehingga para petugas Puskesmas bisa lihat secara Geo Tagging di Google Map rumah-rumah mana sih yang belum divaksinasi bekerja sama dengan Dukcapil," katanya.

Target mengatasi kekerdilan (tengkes), kata Budi, pemerintah telah membagi beban penanggulangannya bersama kementerian dan lembaga terkait, di antaranya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Pertanian.

Intervensi yang dilakukan Kemenkes adalah mempersiapkan ibu.

"Sebab 40 persen dari kekerdilan disebabkan karena ibunya pada saat lahir tidak siap, jadi kecukupan zat besi itu merupakan hal penting. Begitu lahir 1.000 hari pertama, itu penting sekali, perlu penimbangan yang tepat, rajin setiap bulan pengukuran tinggi juga," katanya.

Kemenkes sedang mendorong digitalisasi pelaporan berat badan dan tinggi anak menggunakan alat ukur digital yang langsung terkoneksi ke pemerintah pusat.

Pada persoalan tuberkolosis, kata Budi, Kemenkes sedang mengintegrasikan mekanisme survailens pasien dengan sistem COVID-19. "Sebenarnya sakitnya mirip dengan COVID-19, pernapasan, disebabkan virus juga, deteksi sama, tapi penanganannya tidak sekuat COVID-19. Yang dipakai selalu angka perkiraan," katanya.

Selanjutnya adalah intervensi menekan persentase merokok melalui upaya edukasi secara masif dengan melibatkan influencer dari profesi YouTubers agar lebih modern dan dapat diterima oleh konsumen rokok usia muda.

"Pola edukasi kita ubah yang lebih kekinian. Kita akan ajak YouTubers edukasi orang-orang muda untuk memberikan contoh bahwa ini bukan merupakan kebiasaan yang sehat," katanya.

Demikian juga dengan pola intervensi pada persoalan obesitas. "Itu bahayanya jangka panjang. Kita ingin memastikan bahwa pola makan, pola gerak orang Indonesia harus lebih. Kami melihat, baik rokok maupun obesitas strateginya lebih ke pendidikan promosi," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI