"Memang yang jadi masalah kalau nasi kotak itu cenderung sama buat setiap orang. Berarti disamain, mau itu pemain yang badannya besar, mau pemain yang badannya kecil, mau pemain yang menit bermainnya banyak. Padahal tingkat physical activity orang, kemudian body size berbeda dan butuh kalori yang juga berbeda. Juga butuh takaran gizi yang nggak sama. Mungkin itu yang bisa jadi challenge," paparnya.
Akan berbeda jika makanan disajikan secara prasmanan. Menurut dokter Dhika, cara tersebut masih memungkinkan atlet makan sesuai dengan kebutuhan badannya.
"Tentukan kalau body gede, main banyak, makan bisa ngambil karbonya lebih banyak atau protein lebih banyak. Kalau nasi kotak nggak bisa, susah mau mengatur takaran gizi kayak gitu," ucapnya.