Suara.com - Lelah bekerja atau ada masalah dengan pasangan di rumah? Itu semua wajar. Tapi hal yang mesti diingat orangtua adalah, jangan pernah melampiaskan amarah kepada anak.
Jangan karena merasa kesal, anak yang tidak tahu apa-apa malah terkena imbasnya. Hal tersebut memiliki dampak negatif pada anak, di mana anak yang lahir merasa bahwa dirinya beban bagi keluarga.
Memiliki kebiasaan melampiaskan amarah kepada anak juga dapat membuat emosi anak tak tersalurkan dengan benar. Hal itu berisiko membuat anak tumbuh memiliki karakter bermasalah di lain hari.
Salah satunya anak menjadi kerap menutup diri dari orang lain, merasa rendah diri, menjadi pemberontak, hingga menjadi pribadi yang emosional atau temperamental.
Baca Juga: Sabtu Kemarin, DKK Balikpapan Klaim Capaian Vaksinasi Anak Usia 6-11 Tahun Sudah 22 Persen
Agar pelampiasan amarah tersebut tidak berjangka panjang, bagaimana cara mengatasinya?
Berikut paparan dari Psikolog Anak dan Remaja Anastasia Satriyo M.Psi.
"Kalau kita lagi marah sama suami, kita perlu sedikit mengubah behavior kita. Kalau dulunya pas marah nyarinya anak dan menjadikan pelampiasan, kita harus break pattern atau istirahat,” ungkapnya dalam acara Ibu Dan Keluarga: Sumber Bahagia Atau Trauma? beberapa waktu yang lalu.
Selanjutnya, Anastasia mengatakan orangtua perlu memposisikan diri sebagai anak. Dengan memposisikan diri, orangtua dapat merasakan bagaimana jika sang anak dimarahi.
"Di sini kita bisa melihat, apakah ibu yang memarahi saya itu murni karena kesalahan saya, atau sedang kesal dengan ayah saya."
Baca Juga: Natal 2021, Paus Fransiskus Meratapi Anjloknya Tingkat Kelahiran Anak di Italia
"Kalau ibu mau anaknya bisa berlaku adil ke orang lain, kita perlu melatih diri sendiri agar bisa berlaku adil."
“Tapi yang penting kita juga perlu self compassion, karena ini menyangkut soal keterbukaan diri. Dan ini perlu untuk melatih regulasi emosi," ungkap Anastasia lebih lanjut.
Intinya, anak akan bisa merasakan amarah orangtua.