Suara.com - Mengingat kembali kejadian traumatis bagi orang-orang dengan gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dapat menyebabkan kecemasan intens atau serangan panik serta kilas balik yang melemahkan.
Psikoterapi khusus trauma, seperti pemrosesan kognitif atau terapi bicara, merupakan landasan pengobatan untuk PTSD. Tetapi pendekatan tradisional ini tidak efektif untuk sepenuhnya mengatasi gejala PTSD dalam jangka panjang.
Obat antidepresan yang sering digunakan jika psikoterapi gagal, atau yang dikonsumsi bersamaan dengan terapi psikoterapi, biasanya memiliki efek yang rendah.
Namun, kini ilmuwan menghipotesiskan obat MDMA atau 3,4-methylenedioxymethamphetamine untuk menolong pengidap PTSD selama sesi psikoterapi.
Baca Juga: Tanda-tanda Post-Natal PTSD Pada Suami, Trauma Akibat Saksikan Istri Melahirkan
Sebab, menurut ilmuwan, obat yang umumnya disalahgunakan ini dapat membuat pengidap PTSD lebih mau dan mampu berbagi serta mengeksplorasi pengalaman traumatis mereka.
Peneliti menegaskan bahwa MDMA ini harus diminum bersama dengan psikoterapi, yang dibuat secara hati-hati di lingkungan yang aman dan terkendali.
Sementara produk ekstasi yang dibeli secara ilegal tidak pernah menyebutkan kadar MDMA yang dikandungnya, sehingga tidak mungkin memiliki dosis yang tepat untuk PTSD.
Psikoterapi dan MDMA
Berdasarkan The Conversation, pasien akan menggunakan MDMA dalam bentuk pil ketika menjalani psikoterapi.
Baca Juga: Angelina Jolie Ceritakan Riwayatnya Alami PTSD, Bagaimana Gejalanya?
Tetapi, ada satu sesi psikoterapi yang tidak menggunakan MDMA untuk mengatasi ingatan traumatis dan untuk mempelajari strategi koping.
Untuk perawatan standar, peneliti menyarankan dua atau tiga sesi psikoterapi berbantuan MDMA dan beberapa sesi tanpa obat tersebut.
Produk MDMA yang digunakan berkelas farmasi. Artinya tidak mengandung zat terlarang lainnya, seperti metamfetamin atau kontaminan, seperti logam, bakteri, atau jamur.
Dalam uji klinisnya, 86% peserta mengatakan mereka menerima manfaat besar dari terapi gabungan ini, dengan 84% mengaku mengalami peningkatan kesejahteraan, 71% mengalami lebih sedikit mimpi buruk, 69% jarang merasa cemas, dan 66% mengalami peningkatan kualitas tidur.
Namun, peneliti tidak memasukkan pengidap hipertensi atau berisiko terkena serangan jantung, stroke, atau aritmia. Sebab, ini dapat mengalami peningkatan tekanan darah dan detak jantung yang tidak aman.
Hasil menunjukkan bahwa psikoterapi dengan bantuan MDMA dapat meringankan PTSD, tidak hanya menekan gejalanya.