BPOM AS Telah Menyetujui Penggunaan Obat Pencegah Covid-19 dari AstraZeneca

Senin, 20 Desember 2021 | 14:54 WIB
BPOM AS Telah Menyetujui Penggunaan Obat Pencegah Covid-19 dari AstraZeneca
Ilustrasi obat dan apotek. (Dok: Istimewa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pekan lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) telah mengesahkan penggunaan obat pertama untuk mencegah Covid-19 pada kelompok yang rentan produksi AstraZeneca.

Evusheld AstraZeneca, pengobatan campuran dua antibodi monoklonal tixagevimab dan cilgavimab, telah menerima otorisasi penggunaan darurat pada 8 Desember lalu.

Prevention melaporkan obat telah disetujui untuk semua orang berusia 12 tahun ke atas dengan sistem kekebalan sedang hingga parah yang tidak terinfeksi dan belum pernah terinfeksi namun terpapar virus corona.

Obat ini juga bisa menjadi pilihan bagi orang-orang yang berisiko mengalami dampak merugikan parah dari vaksin Covid-19.

Baca Juga: Obat Kanker Bisa Mencegah Covid-19 Makin Parah, Apa Itu?

Satu dosis obat ini diberikan sebagai dua suntikan terpisah, satu tixagevimab dan satu cilgavimab. Kedua antibodi bekerja cukup lama.

Ilustrasi obat. (Unsplash)
Ilustrasi obat. (Unsplash)

Namun, obat ini dapat mengurangi risiko pengembangan Covid-19 hingga 77% selama enam bulan.

"Meski kami menyebutnya long-acting, obat masih bersiat sementara," kata spesialis penyakit menular dan wakil ketua departemen penyakit menular Mayo Clinic, Minnesota, Raymund Razonable.

Ia mengatakan bahwa obat ini sangat penting bagi populasi yang mengalami gangguan kekebalan, karena kelompok tersebut cenderung tidak menanggapi vaksin Covid-19.

Amerika mendapat 700.000 dosis Evusheld dan sudah didistribusikan ke negara-negara bagiannya saat kasus Covid-19 meningkat dan varian Omicron menyebar di masyarakat.

Baca Juga: Vaksin Johnson & Johnson Efektif Mencegah Covid-19 Sedang hingga Parah

"Evushled dapat memberikan jaring pengaman secara signifikan untuk orang-orang dengan gangguan kekebalan," jelas asisten profesor anestesiologi serta pengobatan perawatan kritis dan obat nyeri di Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins, Anita Gupta.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI