Suara.com - Terungkapnya kasus pemerkosaan belasan santri oleh guru di salah satu pesantren di Bandung menjadi pengingat pentingnya edukasi seksual dan sistem reproduksi pada anak.
Memberikan edukasi tersebut juga menjadi tanggungjawab orangtua, terutama sebelum anak dilepas ke pesantren maupun merantau ke tempat lain yang jauh dari keluarga dekat.
"Perlu, tapi sebetulnya bukan hanya anak yang di pesantren, (edukasi diberikan) sesuai anak dengan tahapan usianya. Karena justru banyak kekerasan seksual juga terjadi oleh orang-orang dekat. Jadi bukan hanya oleh guru pesantrennya, tapi juga anggota keluarga," kata Kepala Seksi Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja di Luar Sekolah dr. Weni Muniarti, MPH., ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu.
Masih adanya kasus kekerasan seksual serta pelecehan terhadap anak di bawah umur juga salah satu akibat dari masih tabunya edukasi seksual maupun reproduksi di masyarakat.
Baca Juga: Sebut Pemerkosaan Santri di Bandung Kejahatan Luar Biasa, Ini Instruksi Presiden Jokowi
Weni menyampaikan bahwa peran masyrakat juga penting dalam pemenuhan hak kesehatan reproduksi bagi anak. Kata Weni, pendidikan seksual bahkan bisa diberikan sejak usia anak masih balita, baik pada perempuan maupun laki-laki.
Edukasi dilakukan secara bertahap seiring usia anak bertambah. Menurutnya, edukasi sejak dini itu juga bisa jadi upaya pencegahan agar anak tidak jadi korban pelecehan maupun kekerasan juga tidak menjadi pelaku saat suah dewasa.
"Jadi anaknya ditingkatkan kapasitasnya, tapi ada penguatan kelembagaan peraturan yang mendasari itu. Juga harus kuat lingkungannya. Keterlibatan masyarakat, orangtua, guru, dan lain-lain. Jadi di situ juga banyak peran yang harus dikuatkan," kata Weni.