Suara.com - Sebuah makalah yang terbit Nature baru-baru ini menunjukkan bahwa pengguna vape mengalami perubahan DNA. Perubahan ini mirip dengan yang terlihat pada perokok, tetapi jauh lebih sedikit.
Namun, studi ini tidak memberikan bukti nyata bahwa ada kesehatan buruk terkait vaping.
Berdasarkan The Conversation, penelitian ini tujuan awalnya untuk memisahkan efek vaping dari dampak merusak yang disebabkan merokok tembakau.
Tetapi hal itu sulit karena sebagian besar pengguna vape sebelumnya menggunakan rokok elektrik dan juga kemungkinan besar mereka adalah mantan perokok tembakau.
Baca Juga: Bima Arya Bakar Ratusan Spanduk Iklan Rokok di Kota Bogor
Hasil yang tidak banyak diamati dari studi ini adalah bahwa gen yang rusak pada perokok sekitar 7,4 kali lebih tinggi dari para pengguna vape.
Jadi, riset ini juga menemukan bahwa sebenarnya menggunakan vape tidak sepenuhnya bebas risiko, hanya dampaknya lebih kecil dari merokok tembakau.
Tidak Ada yang Bebas Risiko
Menghirup apa pun ke dalam paru-paru dapat mengakibatkan perubahan DNA yang dapat meningkatkan risiko penyakit di masa depan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa tembakau membunuh lebih dari 8 juta orang per tahun.
Baca Juga: Wali Kota Bogor Bima Arya Sidak Iklan Rokok di Sejumlah Kawasan Ini
Banyak orang bergantung pada nikotin, yang mungkin pertama kali dirasakan pertama kali melalui rokok tembakau. Sekali ketergantungan, maka akan sulit berhenti.
Ketika seseorang mencoba untuk berhenti, orang tersebut akan menderita gejala penarikan yang tidak menyenangkan dan ingin mengulanginya lagi atau ngidam.
Sementara ketika seseorang kesulitan atau tidak ingin berhenti menggunakan nikotin, dokter harus mendorong mereka untuk menggunakan nikotin dengan cara yang mengurangi bahaya, seperti melalui vaping atau produk pengganti nikotin.