Suara.com - Istilah dating violence atau kekerasan dalam hubungan pacaran tengah ramai jadi pembicaraan pasca mencuatnya kasus NW yang bunuh diri setelah diperkosa oleh seorang anggota polisi.
Mahasiswi di Universitas Brawijaya Malang itu diperkosa hingga hamil oleh kekasihnya, Bagus Hari Sasongko, yang juga anggota kepolisian. Namun, NW diminta melakukan aborsi oleh Bagus.
Diduga mengalami depresi, NW kemudian memilih bunuh diri dengan meminum racun dan ditemukan tewas di atas makam ayahnya pada Kamis (2/12).
Depresi yang dialami NW sebenarnya hanya sebagian dampak negatif dari tindakan dating violence. Aksi kekerasan itu bisa saja memicu efek samping terhadap kesehatan korban maupun dampak terhadap aspek lainnya.
Dikutip dari Woman Health, ketahui berbagai dampak buruk terhadap kesehatan bagi korban dating violence.

1. Efek Fisik Jangka Pendek
Tindakan kekerasan yang dilakukan tentu berisiko menyebabkan cedera ringan hingga kondisi serius. Seperti, memar, luka, patah tulang, atau cedera pada organ dan bagian lain di dalam tubuh. Beberapa cedera fisik sulit atau tidak mungkin dilihat tanpa pemindaian, rontgen, atau tes lain yang dilakukan oleh dokter atau perawat.
Efek fisik jangka pendek dari kekerasan seksual juga busa menyebabkan pendarahan pada vagina atau nyeri panggul, kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual (IMS ) seperti HIV.
2. Efek Fisik Jangka Panjang
Baca Juga: Ayah Bripda Randy Minta Maaf dan Ucap Belasungkawa: Saya Kasihan dan Prihatin
Kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual atau fisik, terkait dengan banyak masalah kesehatan jangka panjang. Mulai dari penyakit kronis, masalah pencernaan seperti sakit maag, masalah jantung, sindrom iritasi usus, mimpi buruk dan masalah tidur, sakit kepala migrain, hingga masalah seksual seperti rasa sakit saat berhubungan seks.