Suara.com - Mati rasa alias kebas di sebagian anggota tubuh memang menjadi gejala utama penyakit saraf kejepit. Tragisnya, mati rasa juga bisa jadi gejala penyakit yang lebih berbahaya, seperti tumor otak.
Inilah yang dialami oleh Danielle Soviero, seorang perempuan 24 tahun asal Amerika Serikat. Ia awalnya merasakan sisi kanan tubuhnya mati rasa. Tapi lambat laun, ia tidak bisa berbicara, bahkan hingga menjatuhkan barang, dan akhirnya memutuskan pergi ke rumah sakit.
Saat di rumah sakit, alih-alih saraf kejepit dokter malah mendiagnosisnya dengan tumor jinak di otak, yang menyebabkan darah berkumpul di otaknya.
"Saya panik, saya berusia 24 tahun dan mendengar kata tumor jinak," ujar perempuan yang juga seorang guru di Long Island, mengutip Insider, Sabtu (4/12/2021).
Baca Juga: CEK FAKTA: Daftar Minuman Instan Ini Bisa Sebabkan Kanker Otak dan Diabetes, Benarkah?
Dokter menyampaikan dengan tenang, tanpa ada sedikitpun kepanikan seperti yang dialami Soviero itu. Uniknya, bukan menghilangkan tumor otak tersebut, justru ia hanya diminta menjalani hidup 'normal' berdampingan dengan tumor tersebut.
Ini karena tumornya cenderung jinak, dan pendarahan sangat jarang terjadi. Tapi jika pola hidupnya tidak diubah, ia bisa kapan saja mengalami stroke atau bahkan kematian.
Kini, perempuan muda itu menjalani sistem perawatan yang bisa menunjang kesehatannya, agar tidak membahayakan.
Namun ia tidak sanggup, dan hanya bisa hidup selama 6 bulan dalam ketakutan.
"Seperti yang dibayangkan, hidup normal mengetahui memiliki tumor otak yang bisa pendarahan kapan saja itu sangatlah menyulitkan," terang Soviero.
Baca Juga: Peneliti Menemukan Alasan Tumor Otak Glioblastoma Dapat Lolos dari Pengobatan
Sampai pada akhirnya April 2021, ia mengalami migrain atau sakit kepala sebelah yang amat menyiksa, dan ia mengabari dokter serta meminta pemindaian otak dengan MRI lagi.
Pasalnya, sebelum itu ia mengalami tekanan aneh di kepalanya, terasa seperti otaknya bergerak ketika ia berdiri.
Hasilnya, dari MRI ditemukan tumor sudah berkembang dengan cepat, dan menyebabkan pendarahan. Namun dokter mengatakan tumor tersebut tidak bisa diangkat karena kedalaman dan lokasinya.
"Saya marah, saya memutuskan bahwa saya perlu mengambil tindakan sendiri. Saya mencaritahu tentang semua kondisi saya, dan membuat janji dengan ahli bedah terkemuka," ceritanya.
Hasilnya, ia memilih menjalani operasi meskipun disampaikan ahli bedah tersebut, bakal ada kerusakan permanen.
Hasilnya, Juli 2021 ahli bedah tersebut berhasil menemukan tumor berukuran tiga kali lipat, dan bisa menyebabkan stroke atau kematian sewaktu-waktu.
Menakjubkannya, operasi yang butuh waktu 6 jam lamanya itu berhasil dilakukan. Soviero juga perlu berbulan-bulan lamanya menjalani terapi okupasi, fisik, hingga terapi wicara dan cara makan.
Kini, tubuh Soviero perlahan kembali pulih seperti sedia kala.