Suara.com - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 dr Reisa Broto Asmoro memberikan keterangan pers spesial di momen Hari Disabilitas Internasional hari ini, Jumat (3/12/2021).
Dalam keterangan pers yang disiarkan oleh kanal Youtube Sekretariat Presiden, dr Reisa mengatakan kelompok disabilitas termasuk dalam prioritas yang menerima vaksin COvid-19 dalam kategori masyarakat rentan. Ia menyebut ada 562 ribu penyandang disabilitas di Indonesia yang masuk menjadi sasaran vaksinasi.
Sejak program vaksinasi digulirkan, telah dikeluarkan surat edaran yang menyatakan bahwa penyandang disabilitas dapat dilayani di seluruh fasilitas kesehatan sentra vaksinasi manapun dan tidak terbatas pada alamat domisili KTP. Hal ini menurut dr. Reisa sesuai dengan Surat Edaran Menteri Kesehatan No. HK.02.01/MENKES/598/2021 tentang Percepatan Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 Bagi Masyarakat Lanjut Usia, Penyandang Disabilitas, Serta Pendidik, dan Tenaga Pendidikan.
"Jutaan masyarakat Indonesia dari berbagai latar bekerjasama mendatakan, mengatur transportasi antar jemput masyarakat lanjut usia, dan penyandang disabilitas ke fasilitas pelayanan kesehatan tempat vaksinasi Covid-19," terangnya.
Baca Juga: Hari Disabilitas Internasional 2021, Kaum Difabel di Jepara Dapat Kemudahan Buat SIM D
Tidak hanya soal vaksinasi, pemerintah juga memastikan penyandang disabilitas mendapatkan informasi yang lengkap dan benar terkait pandemi COvid-19. Salah satu caranya dengan memastikan adanya juru bicara isyarat dalam setiap acara dan keterangan pers.
"sejak awal pandemi Covid 19 di awal 2020 lalu selalu memastikan juru bahasa isyarat selalu ada untuk membantu agar pesan2 pemerintah diterima dengan baik oleh semua kelompok masyarakat termasuk mereka yang berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Dan kini kerjasama biro pers, media dan informasi sektretariat presiden Kementerian Sekretariat Negara dan pusat layanan juru bahasa isyarat Indonesia mencoba memfasilitasi dialog dengan para penyandang disabilitas tentang perkembangan terkini Covid 19 dan persiapan kita menghadapi natal dan tahun baru," tambahnya.
dr. Reisa pun menjawab menjawab 3 pertanyaan dari teman tuli, dengan bantuan dari Siti Rodiah yang merupakan juru bahasa isyarat. Pertanyaan pertama datang dari Wilma Rejeki, terkait pembatasan kegiatan masyarakat saat Libur Natal dan Tahun Baru.
Menjawab pertanyaan ini, dr. Reisa mengatakan meski angka kematian dan kasus baru turun jauh dari pertengahan tahun, pandemi Covid-19 masih belum usai. Virus SARS-CoV-2 bahkan bermutasi menjadi varian Omicron.
"Pembatasan yang diterapkan memiliki indikator yang mirip dengan kategori PPKM Level 3. Saat ini kita ada di Level 1 dan kondisinya terkendali. Tentunya kita ingin situasi ini terkendali," katanya lagi.
Baca Juga: Jalankan Tugas sebagai Mensos, Ternyata Inilah Sosok Penyemangat Tri Rismaharini
Pertanyaan kedua datang dari Aldiansyah Al Kautsar. Aldi bertanya tentang kapasitas maksimal fasilitas publik seperti tempat wisata, pasar, hingga rumah sakit, jika pembatasan diterapkan saat libur Natal dan Tahun Baru.
Menjawab pertanyaan ini, dr. Reisa mengatakan berdasarkan peraturan yang dibuat pemerintah, fasilitas publik hanya boleh diisi oleh setengah kapasitas maksimal. Untuk menghindari kerumunan massa, perayaan tahun baru di ruang publik pun sudah dilarang.
"Soal pengaturan ketat selama periode Nataru nanti, kita hanya ingin mencegah kembalinya kenaikan kasus. Apalagi kita ini menghadapi varian baru, Omicron, yang masih misterius. Di tambah lagi kalo kita terlalu tinggi bermobilitas dan banyak berkerumun, risikonya bahaya sekali," terangnya lagi.
Pertanyaan ketiga dan terakhir datang dari Namidya. Ia bertanya tentang apa yang membedakan varian Covid-19 terbaru ini dengan varian-varian sebelumnya.
dr. Reisa menjwab, varian ini memiliki karakter yang berbeda dibanding varian sebelumnya alfa, beta, delta, dan mio. Penelitian awal mengatakan virus lebih menular dan masa inkubasi lebih singkat. Namun ini masih perlu penelitian lebih lanjut.
"Yang kita ketahui pasti semua virus ini memang normal bermutasi, dan SARS-CoV-2 memang terus bermutasi sejak pertama kali dideteksi 2 tahun lalu pada Desember 2019. Jadi kita sebaiknya bertekad, agar kita bisa menahan datangnya Omicron atau minimal menekan kemungkinan dia bisa menyebar luas. Laporan berita menyatakan tetangga kita di negara ASEAN sudah melaporkan mendeteksi varian ini," tutup dr. Reisa.