Suara.com - Perusahaan pembuat vaksin asal Jerman, BioNTech, siap mengembangkan vaksin COVID-19 guna melawan varian Omicron yang tengah merebak.
Dalam pernyataannya pada Senin (29/11) lalu, BioNTech mengatakan mereka mulai mengembangkan vaksin COVID-19 yang disesuaikan untuk melawan varian Omicron yang ditemukan di Afrika Selatan. Saat ini pengumpulan data tengah dilakukan untuk mengetahui apakah harus membuat ulang vaksin COVID-19 yang sudah ada.
Pengembangan vaksin khusus merupakan bagian dari prosedur standar perusahaan untuk varian-varian baru, kata perusahaan yang bermitra dengan Pfizer itu dalam pernyataan.
"Langkah awal pengembangan vaksin baru yang potensial tumpang tindih dengan riset yang diperlukan untuk mengevaluasi apakah vaksin baru itu nantinya bakal dibutuhkan," kata mereka.
Baca Juga: Cegah COVID-19 Varian Omicron Menyebar, Norwegia Genjot Vaksinasi
Omicron membawa risiko terjadinya lonjakan global yang sangat tinggi, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Senin, ketika semakin banyak negara melaporkan temuan varian itu yang mendorong penutupan perbatasan.
BioNTech pada Jumat mengatakan mereka mengharapkan lebih banyak data dari laboratorium dalam dua pekan ke depan untuk membantu menentukan apakah perlu memproduksi vaksin khusus Omicron.
Pesaingnya, Moderna, mengatakan sedang merancang ulang vaksin COVID-19 mereka untuk digunakan sebagai vaksin booster (penguat) masa depan.
CEO Moderna Sebut Vaksin COVID-19 Belum Tentu Ampuh
Munculnya COVID-19 varian Omicron membuat pertanyaan apakah vaksin Covid-19 yang beredar saat ini mampu memberikan perlindungan atau tidak.
Baca Juga: Universitas Oxford: Belum Ada Bukti Vaksin Covid-19 yang Ada Tak Bisa Lawan Omicron
Menurut CEO Moderna Stephane Bancel, efektivitas vaksin Moderna diprediksi lebih rendah melawan varian omicron dibandingkan varian delta.
Menurut Bancel, resistensi kerja vaksin itu dapat menyebabkan lebih banyak penyakit lebih berat dan rawat inap pasien Covid-19.
"Saya pikir, di mana (keefektifannya) berada pada tingkat yang sama yang kami miliki dengan Delta. Tapi, saya pikir itu akan menjadi penurunan daya kerja. Saya tidak tahu berapa banyak karena kita perlu menunggu datanya. Tetapi semua ilmuwan yang saya ajak bicara mengatakan seperti 'ini tidak akan baik-baik saja'," kata Bancel, dikutip dari Channel News Asia.