Ameer Azzikra Juga Sempat Sakit Paru-Paru, Ini Hubungannya dengan Penyakit Hati!

Senin, 29 November 2021 | 16:29 WIB
Ameer Azzikra Juga Sempat Sakit Paru-Paru, Ini Hubungannya dengan Penyakit Hati!
Ameer Azzikra dan Nadzira Shafa. [Instagram
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ameer Azzikra meninggal dunia karena penyakit liver pada Senin (29/11/2021) sekitar pukul 01.05 WIB di RS EMC, Sentul, Jawa Barat. Selain liver, mantan manajer Ameer Azzikra, Adit mengatakan anak ustad Arifin Ilham itu juga menderita penyakit paru-paru.

"Yang saya dapat, juga ada masalah paru-paru," ujar Adit usai acara pemakaman Ameer Azzikra di Pondok Pesantren Az-Zikra, Gunung Sindur, Bogor, Senin (29/11/2021).

Adit mengatakan penyakit paru-paru ini membuat kesehatan Ameer Azzikra semakin terganggu. Kondisi tubuhnya yang besar membuat Ameer Azzikra susah bernapas.

"Ini sudah tiga kali masuk rumah sakit. Sebelumnya masuk tanggal 17, terus masuk lagi Rabu kemarin," ucap Adit.

Baca Juga: Cegah Varian Omicron, Imigrasi Perbarui Aturan Larangan Masuk WNA

Banyak orang mungkin belum menyadari hubungan antara liver dan penyakit paru-paru. Beberapa kondisi paru terjadi terkait dengan penyakit hati yang mendasarinya.

Potret kedekatan Alvin Faiz dan Ameer Azzikra. (Instagram/alvin_411)
Potret kedekatan Alvin Faiz dan Ameer Azzikra. (Instagram/alvin_411)

Karena, asites meningkatkan diafragma dan menyebabkan atelektasis basilar, yang berkontribusi terhadap dispnea dan hipoksia ringan. Beberapa pasien dengan asites memiliki defek diafragma yang memungkinkan cairan asites mengalir ke dada, menyebabkan efusi pleura yang disebut hidrotoraks.

Namun dilansir dari Pulmonology Advisor, komplikasi paru yang lebih serius dari penyakit hati, yakni sindrom hepatopulmoner (HPS) dan sindrom portopulmoner (PPH) yang mempengaruhi pembuluh darah paru.

HPS ditandai dengan gangguan oksigenasi dalam penyakit hati kronis dan akut. Kondisi ini didefinisikan oleh kombinasi penyakit hati, peningkatan gradien alveolar-arteri dengan gangguan oksigenasi arteri, dan dilatasi pembuluh darah intrapulmoner pada tingkat kapiler dan pra-kapiler.

HPS terjadi pada 4-47 persen pasien dengan penyakit hati yang dirujuk ke pusat transplantasi hati dan terjadi pada berbagai etiologi penyakit hati, terlepas dari ada atau tidak adanya hipertensi portal. Tapi, tingkat keparahan penyakit hati yang mendasari tidak bisa memprediksi adanya HPS atau tingkat hipoksemia terkait.

Baca Juga: Varian Omicron Menyebar: Studi Sebut Pembatasan Perjalanan Tidak Banyak Membantu

Pasien HPS juga biasanya mengalami dyspnea, platypnea, hipoksemia istirahat, sianosis progresif, dan ortodeoksia. Platypnea dan orthodeoxia mengacu pada dispnea dan desaturasi oksigen arteri.

Sementara itu, PPH didefinisikan dengan adanya hipertensi pulmonal dan peningkatan resistensi pembuluh darah paru pada pasien yang memiliki penyakit hati dan hipertensi.

Kebanyakan pasien didiagnosis dengan PPH pada pemeriksaan ekokardiografi selama evaluasi untuk transplantasi hati. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan komponen pulmonal yang keras dari bunyi jantung kedua dan tanda-tanda lain dari hipertensi pulmonal pada kasus yang parah.

Hipertensi pulmonal ini dapat membaik atau sembuh setelah transplantasi hati, tetapi beberapa pasien mungkin masih memerlukan terapi vasodilator pasca transplantasi.

Tanpa transplantasi hati, hanya 60 persen pasien yang mampu mencapai kelangsungan hidup lima tahun jika kondisinya berhasil dikelola dengan obat vasodilator. Tanpa terapi medis, prognosisnya sangat buruk.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI