Suara.com - Ada alasan mengapa kampanye pencegahan dan deteksi dini kanker paru terus digaungkan oleh para ahli kesehatan. Salah satunya, angka kematian karena kanker paru yang sangat tinggi.
Berdasarkan data GLOBOCAN 2020, ditemukan bahwa kanker paru menjadi penyebab sekitar 11 persen atau 2.206.771 kasus baru kanker dan kematian akibat kanker nomor satu di dunia dan di Indonesia penyebab 8,8 persen atau 34.783 kasus baru. Apa yang menyebabkan kanker paru begitu berbahaya?
Menurut Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof Aru Sudoyo, Sp.PD-KHOM, penyebab kanker paru rentan menyebabkan pasien meninggal adalah pasien baru berobat ketika kondisi sudah parah.
"Sebanyak 80 persen pasien kanker paru datang sudah stadium lanjut, sehingga prosentase kesintasan menjadi lebih rendah. Oleh sebab itu, sangatlah penting untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akan faktor risiko, gejala dan pertimbangan khusus pengobatan kanker paru," tutur Prof Aru, dalam webinar yang diselenggarakan MSD Indonesia, Jumat (26/11/2021).
Baca Juga: Komunitas Sahabat Anak Kanker, Mendampingi dan Beri Semangat Para Jagoan Pejuang Kanker
Lebih dari 80 persen kanker paru yang menyerang masyarakat merupakan tipe kanker paru Sel Bukan Kecil (non small cell lung cancer atau NSCLC) dan sekitar 40 persen dari NSCLC terjadi mutasi reseptor pertumbuhan epidermal (EGFR).
Setelah ditemukan kanker paru, rata-rata kesintasan 5-tahunan atau prosentase pasien hidup sekurangnya lima tahun adalah sebesar 21 persen. Rata-rata kesintasan 5-tahunan untuk laki-laki sebesar 17 persen, sedangkan untuk wanita sebesar 24 persen. Adapun kesintasan 5-tahunan untuk NSCLC sebesar 25 persen, dibandingkan dengan 7 persen untuk kanker paru sel kecil.
Dr. Ralph Girson Ginarsa, SpPD-KHOM, spesialis penyakit dalam dan konsultan hematologi onkologi medik, menjelaskan bahwa terdapat beberapa subtipe NSCLC yaitu adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, dan sel besar karsinoma.
Adenokarsinoma berawal dari sel-sel yang biasanya mengeluarkan zat seperti lendir dan biasanya ditemukan pada orang yang merokok atau yang dahulu perokok, namun juga ditemukan pada orang yang tidak merokok, umumnya ditemukan pada perempuan, dan cenderung pada orang yang lebih muda dibandingkan jenis kanker paru lainnya. Jenis ini ditemukan di bagian luar paru dan kemungkinannya ditemukan sebelum menyebar.
Subtipe berikutnya adalah karsinoma sel skuamosa yang dimulai dari sel-sel skuamosa yang merupakan sel datar di dalam saluran udara paru.
Baca Juga: Bukan Putih, ASI Ibu Muda Ini Justru Berwarna Merah Muda seperti Susu Stroberi
Penderita subtipe ini sangat erat kaitannya dengan kebiasaan merokok, dan cenderung ditemukan di bagian tengah paru di dekat saluran bronkus.
Sedangkan subtipe sel besar karsinoma dapat ditemukan di bagian manapun di paru dan cenderung tumbuh dan berkembang dengan cepat sehingga lebih sulit untuk diobati. Ada satu subtipe sel besar karsinoma yang dikenal dengan sel besar karsinoma neuroendokrin, yang merupakan kanker yang tumbuh pesat dan serupa dengan kanker paru sel kecil.
Sementara itu, reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR) merupakan protein pada sel yang membantu pertumbuhannya. Sebuah mutasi pada gen EGFR akan menyebabkannya tumbuh berlebihan sehingga menyebabkan kanker. Jika EGFR negatif, artinya sel tumor pada kanker paru tidak memiliki mutasi EGFR.
"Gejala pada kanker paru NSCLC maupun jenis kanker paru lainnya seringkali tidak nampak pada stadium awal, sebab seringkali kanker paru memiliki gejala yang serupa dengan penyakit umum lainnya seperti TBC atau sebagai dampak dari kebiasaan merokok jangka panjang. Namun perlu diwaspadai jika seseorang merasa letih, lesu, dengan penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya, kondisi batuk yang semakin parah, dahak berdarah, suara serak, nafas pendek, dengan infeksi paru yang berulang disertaki demam, nyeri pada area dada, dan nafsu makan hilang," terang dr. Ralph.
Di kesempatan yang sama, George Stylianou, Managing Director MSD di Indonesia, mengatakan kolaborasi industri kesehatan dengan organisasi seperti Yayasan Kanker Indonesia perlu dilakukan. Sebab, tantangan kanker paru tidak dapat dihadapi oleh hanya satu pemangku kepentingan saja.
Perlu ada kerja sama antara industri, organisasi profesi, pemerintah, organisasi pasien, tenaga kesehatan profesional, dan akademisi untuk menemukan solusi akses terhadap obat inovatif dan peluang untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penyakit kanker paru.
"Di MSD, kami bekerja dengan urgensi untuk mengutamakan pasien dan memastikan obat kanker inovatif kami dapat diakses oleh pasien yang membutuhkan. Kita masing-masing didorong oleh visi bersama untuk memberi semua pasien kanker lebih banyak—lebih banyak cara untuk mengobati kanker mereka, lebih banyak kualitas dalam hidup mereka, lebih banyak waktu," George.