Penelitian Ini Membuktikan Uang Bisa Membeli Kebahagiaan, Begini Pendapat Ahli

Sabtu, 27 November 2021 | 05:55 WIB
Penelitian Ini Membuktikan Uang Bisa Membeli Kebahagiaan, Begini Pendapat Ahli
Ilustrasi Wanita Penuh Kebahagiaan. (Pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Banyak orang mengatakan bahwa uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Namun, penelitian justru membuktikan sebaliknya, tetapi sampai batas tertentu.

Lalu, seberapa banyak biaya kebahagiaan?

Sebuah studi pada 2010 oleh peneliti Universitas Princeton menemukan bahwa menghasilkan 75 ribu USD (sekitar Rp 1,1 miliar) setahun merupakan titik manis untuk kebahagiaan.

Studi ini melihat hubungan berapa banyak orang menghasilkan uang per tahun dengan kesejahteraan emosional serta evaluasi hidup mereka, lapor Health.

Baca Juga: 13 Tersangka Korupsi Uang Ganti Rugi Lahan Tol Padang-Sicincin Diperiksa Kejati Sumbar

Hasil studi menunjukkan kesejahteraan emosional mencapai Rp 1,1 miliar per tahun. Mendapat jumlah yang lebih banyak dari uang tersebut tidak membuat perbedaan dalam hal kebagaiaan seseorang.

Ilustrasi Kebahagiaan (Vinicius/Unsplash)
Ilustrasi Kebahagiaan (Vinicius/Unsplash)

Studi yang sama juga menemukan, orang yang menerima pendapatan kurang dari jumlah tersebut melaporkan kebahagiaan yang lebih rendah dan tingkat kesehatan serta stres yang lebih tinggi.

Namun, penelitian baru menentang gagasan tersebut.

Melihat hubungan yang rumit dan kompleks antara uang dan kesejahteraan, data 2021 menunjukkan kebahagiaan justru meningkatkan pendapatan seseorang menjadi makin tinggi.

Studi ini mengangkat poin bahwa semakin banyak uang yang dihasilkan, maka semakin bahagia orang tersebut, mengingat mereka memiliki 'sarana' untuk membeli barang atau pengalaman yang membuat bahagia.

Baca Juga: Perangkat Desa di Lebak Jadi Tersangka, Uang APBDes 2020 Rp 661 Juta Dikorupsi

Terlepas dari kedua studi di atas, sebenarnya definisi bahagia berbeda pada setiap orang.

"Sementara kebahagiaan seseorang sering bergantung pada keselamatan dan kesejahteraan mereka, pada gaji mereka, itu juga bergantung pada nilai-nilai mereka," jelas terapis kesehatan mental Billy Roberts dari Ohio.

Misalnya, beberapa orang merasa nilai mereka ada pada kekuatan, sementara orang lain merasa keamanan dan perawatan diri merupakan nilai yang tinggi dalam hidup mereka.

"Seseorang yang didorong kekuasaan mungkin memiliki kebutuhan finansial yang berbeda dari orang didorong oleh keamanan," sambung Roberts.

Faktor-faktor ini dapat memengaruhi kebahagiaan atau persepsi seseorang tentang kebahagiaan, mengubah berapa banyak uang yang mereka butuhkan untuk merasa puas secara emosional.

"Pada akhirnya, gaji harus mendukung gaya hidup yang didorong oleh nilai. Jadi, angkanya kurang penting," tandas Roberts.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI