Suara.com - Dalam otobiografi barunya, berjudul Will, aktor Will Smith menulis bahwa pada satu titik, dia pernah berhubungan seks dengan banyak wanita hingga ia merasa jijik dengan tindakan tersebut.
Setelah pacar pertamanya Melanie berselingkuh, Smith mengatakan bahwa ia mulai berhubungan seks dengan wanita selama seminggu untuk mengatasi kesedihannya.
Ia mengaku saat itu sangat membutuhkan dukungan, tetapi karena tidak ada 'pil' untuk patah hatinya, ia akhirnya menggunakan pengobatan homeopati dan banyak berhubungan seks.
Masalahnya justru makin parah. Pria yang sekarang menikah dengan Jada Pinkett Smith ini saat itu mulai mengalami reaksi negatif pada tubuhnya setiap kali berhubungan seks.
Baca Juga: Mengenal Gangguan Psikosomatik, Sakit Fisik yang Dipicu oleh Stres
"Aku berhubungan seks dengan begitu banyak wanita, dan itu sangat tidak menyenangkan, sehingga aku mengalami reaksi psikosomatik selama orgasme. (Orgasme) benar-benar akan membuatku mual, dan bahkan, terkadang sampai muntah," tulisnya, dilansir Insider.
Respons psikosomatik terhadap seks dapat terjadi karena stres atau trauma parah
Riset yang dilakukan Klinik Cleveland menunjukkan bahwa respons psikosomatik terjadi ketika seseorang mengalami banyak tekanan atau stres dalam hidupnya.
Respons tersebut dapat berkisar dari sakit dan nyeri, hingga masalah perut. Ini membuat kesulitan berhubungan seks.
Menurut Center for Treatment of Anxiety and Mood Disorders, kondisi seperti Will Smith ini bisa mengindikasikan gangguan keengganan seksual atau sexual aversion disorder (SAD), kondisi di mana seseorang memiliki tekanan ekstrem seputar hubungan seksual.
Baca Juga: Mengenal Gangguan Psikosomatik yang Mungkin Terjadi di Sekitar Kita
Penderita SAD bisa mengalami gejala seperti kecemasan, jijik, dan pnik akut saat berhubungan seksual.
SAD dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk trauma dan gangguan kecemasan.
"Orang dengan SAD tidak selalu menolak semua gender, karena mereka mungkin memiliki hubungan seksual tertentu atau situasi yang menyebabkan mereka stres," kata Cindy M. Meston dari Sexual Psychophysiology Laboratory.