Suara.com - Para ahli kesehatan di dunia masih berharap sistem kekebalan tubuh manusia mampu menahan perkembangan infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Harapan itu mencuat saat ada laporan ilmiah terkait kemungkinan penyembuhan sterilisasi dari infeksi HIV-1.
Jurnal tersebut diterbitkan di Annals of Internal Medicine pada 16 November lalu. Satu-satunya kasus potensial lainnya dilaporkan dalam studi Nature pada 2020 terhadap pengontrol elit, yakni individu yang sistem kekebalannya dapat membatasi replikasi HIV tanpa obat antiretroviral.
Diketahui bahwa HIV bisa masuk ke dalam tubuh manusia dan bersarang selama bertahun-tahun tanpa menimbulkan gejala apa pun. Namun virus tersebut tetap aktif dan menyerang sel-sel kekebalan, sehingga melemahkan sistem imun untuk melawan infeksi lain.
Jika tidak diobati, infeksi HIV hampir selalu berkembang menjadi AIDS, atau sindrom imunodefisiensi yang mematikan.
Baca Juga: Peneliti Kembali Menemukan Orang yang Bisa Menghilangkan HIV dari Tubuhnya
Pada temuan kedua tahun ini, para peneliti menemukan seseorang dengan kekebalan tubuh yang mampu melepaskan diri dari HIV.
Pada temuan yang pertama, tahun 2020, para peneliti berusaha untuk mencari kekuatan HIV dapat bersarang di tubuh manusia melalui 64 pengontrol elit dengan mengurutkan salinan genom virus yang telah terintegrasi ke dalam DNA sel, sebuah teknik yang disebut sekuensing provirus.
Peneliti mengidentifikasi urutan genom HIV utuh pada semua peserta, kecuali relawan bernama Loreen Willenberg. Tim tidak dapat mendeteksi materi genetik virus di lebih dari 1,5 miliar sel darahnya. Loreen kemudian diberi sebutan 'Pasien San Fransisco'.
Metode serupa digunakan kembali dalam penelitian tahun ini, dengan pengontrol elit di Argentina yang telah menjadi subjek penelitian HIV sejak 2017. Hasilnya ditemukan kalau pasien tampaknya telah sembuh dari HIV tanpa bantuan medis.
Pasien tersebut seorang perempuan asal Argentina, sekarang dijuluki 'pasien Esperanza'. Ia didiagnosis HIV sejak 2013. Tetapi, dia tidak menerima pengobatan HIV apa pun selama delapan tahun sejak didiagnosis.
Baca Juga: Banyuwangi Catat 286 Kasus HIV/AIDS Sepanjang 2021
Ia dilaporkan hanya mengonsumsi pil antiretroviral yang diminum selama dua trimester terakhir kehamilannya pada 2020. Akan tetapi, pada metode sekuensing proviral dan uji pertumbuhan virus, tidak dapat mendeteksi HIV di hampir 1,2 miliar sel darahnnya yang dikumpulkan sejak 2017. Juga 503 juta sel plasenta yang dikumpulkan setelah dia melahirkan pada Maret 2020.
Peneliti juga melihat kalau perempuan itu tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit. Hasil tes di rumah sakit pun tidak menemukan bukti kalau HIV bereplikasi di tubuhnya
“Ini memberi kita harapan bahwa sistem kekebalan manusia cukup kuat untuk mengendalikan HIV dan menghilangkan semua virus fungsional," kata Ahli imunologi Xu Yu, dikutip dari The Scientist.
Peneliti HIV dari Universitas California, San Francisco, Steven Deeks, yang membantu mengidentifikasi Pasien San Francisco, menyebut temuan dari pasien Esperanza sebenarnya unik. Meski begitu, ia sebenarnya tidak terlibat dalam penelitian baru tersebut.
“Bukan karena dia mengendalikan virus, seperti yang kita lihat, tetapi tidak ada virus di sana, itu yang sangat berbeda,” katanya.
Menurut Deeks, kemampuan penyembuhan dari kedua perempuan itu kemungkinan karena memiliki sistem imun sel T yang sangat kuat.
Sementara itu, peneliti HIV Johns Hopkins, Joel Blankson, menyarankan dilakukan kembali penelitian menggunakan sel-sel pasien Esperanza untuk ditiru sistem kekebalannya pada model HIV tikus. Agar ke depannya dapat ditemukan teknik pengobatan HIV di masa depan.