Tak Bertulang, Penis Patah Mitos Atau Fakta

Rabu, 24 November 2021 | 21:10 WIB
Tak Bertulang, Penis Patah Mitos Atau Fakta
Ilustrasi penis patah. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Beberaoa kali dikabarkan adanya insiden penis patah saat melakukan hubungan seksual. Tapi karena penis tidak memiliki tulang, pertanyaannya kejadian penis patah mitos atau fakta ya?

Dikonfirmasi langsung oleh Spesialis Urologi, dr. Taufik Rakhman Taher, Sp. U, insiden penis patah adalah fakta dan bukan mitos. Dalam istilah medis kejadian penis patah disebut dengan fraktur penis.

Menurut dokter yang berpraktik di RS Eka Hospital BSD, Tangerang itu mengatakan, umumnya kejadian penis patah terjadi saat melakukan hubungan seksual dengan posisi perempuan di atas atau woman on top.

"Pada women on top, penis itu sempat tertekuk, saat lagi tegang lalu tertekut, si korpus kavernosanya, tempat isi darah itu jadi robek," ungkap dr. Taufik.

Baca Juga: Penis Gatal Bikin Tak Nyaman, 6 Kondisi ini Bisa Jadi Penyebabnya!

Ilustrasi disfungsi ereksi (Pixabay/derneumann)
Ilustrasi disfungsi ereksi (Pixabay/derneumann)

Bagian korpus kavernosa atau corpus cavernosa adalah dua sisi alat kemaluan yang terisi oleh darah saat ereksi.

Korpus kavernosa yang terisi darah inilah yang membuat penis tegang dan keras, sebelum akhirnya bisa memasuki lubang vagina atau penetrasi.

Alhasil saat penis tegang dan mengeras lalu tertekuk, membuat aliran darah ini jadi sobek.

"Jadi sebenarnya bukan patah, tapi robek di dalam dan menyebabkan adanya pendarahan. Itu bukan mitos, dan benar ada dan lumayan banyak kejadian," pungkas dr. Taufik.

Sementara itu, mengutip Hello Sehat kasus penis patah cukup jarang terjadi. Namun University of Washington’s Harborview Medical Center, Seattle menyebutkan ada sekitar satu atau dua kasus per bulan.

Baca Juga: Terpopuler: Ngaku Punya Penis Terbesar di Dunia, Tanda Jodoh yang Perlu Dihindari

Lelaki muda berusia 20 hingga 30 tahun yang sering melakukan aktivitas seksual, jadi yang paling banyak mengalami hal ini.

Meski begitu, lelaki usia 40 hingga 50 tahun juga bisa mengalami ini, tetapi risikonya jauh lebih rendah. Ini karena frekuensi dan kekuatan aktivitas seksual cenderung sudah menurun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI