BPOM AS Menyetujui Penggunaan Obat Dwarfisme Pertama di Dunia

Rabu, 24 November 2021 | 17:30 WIB
BPOM AS Menyetujui Penggunaan Obat Dwarfisme Pertama di Dunia
Ilustrasi dwarfisme. ( Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) telah menyetujui obat untuk mengobati achondroplasia, jenis dwarfisme yang paling umum.

Achondroplasia disebabkan oleh mutasi gen FGFR3, fungsinya mengodekan instruksi untuk membangun protein yang terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan tulang.

Mutasi gen ini dapat menyebabkan perkembangan tulang pendek dan berbentuk tidak normal.

Selain dwarfisme, mutasi dapat menyebabkan komplikasi kesehatan, seperti sleep apnea, infeksi telinga berulang, penumpukan cairan di otak, dan masalah tulang yang memerlukan pembedahan.

Baca Juga: Nama-nama Planet dalam Tata Surya, dari Planet Terestrial hingga Planet Kerdil

Perusahaan BioMarin Pharmaceutical telah mengembangkan dan menguji pengobatan untuk achondroplasia selama bertahun-tahun.

Manusia terpendek di dunia asal Nepal, Khagendra Thapa Magar. (Foto: AFP)
Manusia terpendek di dunia asal Nepal, Khagendra Thapa Magar. (Foto: AFP)

Hingga pekan lalu pada 19 November 2021, obat tersebut telah resmi disetujui untuk digunakan pada anak-anak usia lima tahun dan di atasnya.

Live Science melaporkan bahwa obat yang disebut Voxzogo ini aman dan efektif memulihkan pertumbuhan tulang pada anak-anak yang menderita achondroplasia. Sehingga tinggi badan mereka bisa meningkat.

Selain itu, obat juga terbukti menangkal berbagai masalah kesehatan yang dapat timbul dari kondisi tersebut.

Voxzogo, yang juga dikenal dengan nama generik vosoritide, bekerja dengan mengikat reseptor natriuretic peptide receptor B yang ditemukan di tulang dan jaringan tulang rawan.

Baca Juga: Cegah Anak Lahir Kerdil, Edukasi Stunting Juga Perlu Diberikan Pada Mahasiswa

Setelah melekat pada reseptor tersebut, obat akan memicu reaksi berantai yang merangsang pertumbuhan tulang dan mengesampingkan efek mutasi FGFR3.

Efek samping paling umum dari obat ini adalah reaksi di tempat suntikan, seperti kemerahan atau gatal, muntah, dan penurunan tekanan darah.

Dalam uji klinis, peserta yang menerima obat suntik ini tumbuh rata-rata 1,57 sentimeter.

Menurut perusahaan, jika anak-anak penderita achondroplasia mengonsumsi obat ini dalam jangka panjang, maka tingginya akan mencapai tinggi yang sama dengan anak-anak tanpa kondisi tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI