Ia menambahkan, umumnya angka reproduksi di atas satu menyebabkan penambahan kasus yang berlipat atau eksponensial.
"Angka satu menyebabkan penambahan kasus yang cenderung stagnan, dan angka di bawah satu secara gradual akan menginfeksi lebih sedikit orang dan akhirnya dapat menghentikan perluasan penyakit dalam suatu kondisi tertentu layaknya epidemi karena semakin sedikitnya jumlah kasus positif baru maupun bertambahnya jumlah kesembuhan kasus positif seiring waktu dan pengobatan yang dijalani," jelas Wiku.
Ia mengatakan, penetapan besar angka reproduksi suatu penyakit dilakukan oleh para ilmuwan untuk menggambarkan tingkat penularan menggunakan data di lapangan, yaitu angka kematian, keterisian tempat tidur di rumah sakit, maupun positivity rate.
Wiku berharap, penyampaian data angka reproduksi terkini dapat menjadi pembelajaran baru bagi Pemda untuk dapat membaca tingkat penularan COVID-19 dari aspek epidemiologis yang lebih spesifik.
"Ingat untuk bisa memahami penyakit COVID-19 kita memerlukan data dan basis ilmiah untuk menghasilkan kebijakan yang efektif," ujar Wiku.
Ia meminta kepada seluruh lapisan masyarakat tetap perlu waspada kedepannya. Apalagi kemunculan varian baru COVID-19 lainnya yang nyatanya memiliki reproduction number yang lebih tinggi.
"Reproduction number akan sangat dinamis tergantung seberapa baik intervensi yang kita lakukan, baik dengan protokol kesehatan 3M, upaya 3T, maupun vaksinasi," katanya.
Menurutnya, dengan melaksanakan protokol kesehatan yang ketat, melakukan vaksinasi hingga upaya 3T maka kita dapat berpartisipasi dalam menurunkan angka reproduksi sehingga laju infeksi menurun.
"Kita perlu kembali mengencangkan pengendalian agar kita dapat mencegah gelombang kasus baru di tahun depan," kata Wiku.
Baca Juga: Update Hasil Tes Acak Sekolah di Kulon Progo, 94 Siswa Terpapar Covid-19