Suara.com - Periode libur Natal dan Tahun Baru diprediksi membuat kasus COVID-19 di Indonesia kembali naik.
Demi mencegah hal ini terjadi, Satgas COVID-19 menyampaikan bahwa pengaturan aktivitas masyarakat selama periode Natal dan Tahun Baru 2022 akan menyesuaikan data kasus dan kondisi di lapangan.
"Akan ada penyesuaian pengaturan aktivitas masyarakat serta mobilitas yang diatur menyesuaikan data kasus dan kondisi riil di lapangan," ujar Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito, dikutip dari ANTARA.
Saat ini, ia mengatakan pemerintah sedang membahas rincian kebijakan pengendalian COVID-19 selama periode Natal dan Tahun Baru 2022.
Baca Juga: Bobby Nasution Minta Satgas Covid-19 Awasi Penyedia Layanan PCR
Pada prinsipnya, ia menambahkan, pemerintah akan tetap mendukung kegiatan masyarakat, asalkan dilakukan secara terkendali.
Wiku mengemukakan, selama satu pekan terakhir ini terdapat 20,37 persen kabupaten/kota, 21,9 persen kecamatan, dan 22,96 persen desa atau kelurahan secara nasional melaporkan kepatuhan memakai masker kurang dari 75 persen dari total masyarakat yang terpantau.
Terkait dengan kepatuhan menjaga jarak dalam sepekan terakhir, terdapat 23,71 persen kabupaten/kota, 23,78 persen kecamatan, dan 21,91 persen desa atau kelurahan secara nasional dengan kepatuhan kurang dari 75 persen dari total masyarakat yang terpantau.
"Baik di wilayah Pulau Jawa-Bali dan nonJawa Bali tingkat kepatuhan per kabupaten kota mayoritas sudah cukup tinggi walau masih terdapat keberagaman di tiap pulaunya," ujarnya.
Ia mengharapkan pemerintah daerah bersama dengan posko-posko yang terbentuk terus meningkatkan kegiatan pencatatan dan pelaporan di berbagai fasilitas publik.
Baca Juga: Update Libur Nataru, Adakah Cuti Bersama Hari Natal dan Tahun Baru 2022?
"Khususnya menjelang periode Natal dan tahun baru agar setiap potensi penularan COVID-19 dapat dicegah secara dini oleh masyarakat," katanya.
Secara terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmidzi mengatakan pemerintah akan memantau perkembangan situasi dan kondisi kasus COVID-19 di Indonesia pada akhir tahun untuk memutuskan memperketat kebijakan penanganan.
"Tentunya eskalasi yang kita lihat sejauh mana perkembangan dari tingkat laju penularan, mobilitas masyarakat. Kalau masih level aman, pemerintah tidak akan melakukan pengetatan seperti kemarin," katanya.
Ia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia mengambil konsep "gas dan rem", yakni melakukan pelonggaran apabila kasus mulai terkendali dan menginjak rem kembali jika dilihat mulai terjadi peningkatan kasus.