Suara.com - Seorang anak berusia 10 tahun bernama Isabella 'Izzy' Tichenor asal Utah, AS, meninggal dunia dengan cara bunuh diri pada Sabtu pekan lalu.
Menurut pengacara keluarga, dilansir Insider, Izzy melakukan bunuh diri karena sang anak menjadi korban bully di sekolahnya.
"Dia adalah gadis kecil yang bahagia, berprestasi di sekolah... Yang dia inginkan hanyalah terhubung dengan keluarga dan teman-teman," jelas pengacara.
Menurut ahli epidemiologi medis di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), Alex Crosby, ada sejumlah faktor yang berperan dalam kasus meningkatnya angka bunuh diri di kalangan anak-anak di negara tersebut.
Baca Juga: Angkat Isu Bully, 3 Fakta Drama Korea Shadow Beauty Tayangkan Siswi Bermuka Dua
"Bullying jelas merupakan salah satu, yang telah diidentifikasi, sebagai faktor yang bisa berperan dalam perilaku bunuh diri di kalangan remaja," jelas Crosby.
Selain itu, pengalaman masa kecil yang berpotensi traumatis , seperti pelecehan fisik, seksual, dan emosional, serta penelantaran, juga dapat menempatkan anak-anak pada risiko perilaku bunuh diri.
"Pengalaman ini disebut sebagai pengalaman masa kanak-kanak yang merugikan, terjadi selama masa kanak-knak hingga usia 17 tahun," sambungnya.
Menurut CDC, menonton adegan kekerasan, masalah kesehatan mental, dekat dengan kerabat yang pernah berupaya atau melakukan percobaan bunuh diri, juga meningkatkan risiko bunuh diri.
Sementara itu, psikolog anak Peter Gray mengatakan bahwa peningkatan stres di sekolah merupakan salah satu faktor terbesar yang berkontribusi terhadap bunuh diri pada anak-anak dan remaja.
Baca Juga: Netizen Serang Buzzer yang Terang-terangan Tawarkan Jasa Bully di Medsos
"Apa yang kami lakukan pada anak-anak di sekolah, menurut saya, kejam. Orang-orang ingin menyalahkan media sosial, mereka ingin menyalahkan video game, mereka ingin menyalahkan intimidasi oleh anak-anak lain. Ini adalah masalah yang jelas tetapi tidak ingin dibicarakan siapa pun," tutur Gray.