Suara.com - Singapura dan Amerika Serikat menjadi dua negara yang disebut sukses melakukan program vaksinasi COVID-19 nasional.
Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama, trik yang dilakukan oleh kedua negara ini bisa dilakukan oleh Indonesia untuk memperluas cakupan vaksinasi demi mencapai herd immunity.
"Bisa pakai aturan seperti di Singapura kalau kamu tidak divaksin, kalau sakit masuk rumah sakit bayar sendiri," kata Prof Tjandra dalam webinar bertemakan Libur Nataru dan Varian Baru Strategi Cegah Gelombang Ke-3 Pandemi COVID-19 yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Tjandra mengatakan kebijakan tersebut bisa diterapkan untuk menjadi solusi bagi masyarakat yang menolak untuk divaksinasi karena berbagai alasan.
Baca Juga: Cara Ampuh Tingkatkan Capaian Vaksinasi Tangerang, Masuk ke Gang Cari Warga Belum Divaksin
Prof Tjandra juga menerangkan bahwa Indonesia bisa mencontoh negara Amerika Serikat yang memberikan imbalan bagi warganya yang mau divaksinasi. Hal tersebut, dikarenakan sulitnya mencari orang yang belum divaksinasi lantaran sebagian besar warganya sudah mendapatkan imunisasi yang lengkap.
"Sekarang udah susah mencari orang yang mau divaksin di New York itu setiap yang mau divaksin dapat 100 dolar jadi anak saya sudah pernah divaksin di Jakarta sampai di sana vaksin lagi dapat 100 dolar," kata Tjandra.
Di kesempatan yang sama, Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura Suryopratomo mengatakan pemerintah Singapura menerapkan kebijakan tersebut untuk meningkatkan cakupan vaksinasi.
Dia menjelaskan sebelumnya pemerintah Singapura menerapkan kebijakan vaksinasi COVID-19 yang bersifat sukarela bagi masyarakat. Namun sekarang diubah menjadi wajib, bahkan terdapat sejumlah sanksi seperti tidak dibiayai perawatan rumah sakit apabila terinfeksi COVID-19 bagi warga yang tidak divaksin.
Suryopratomo menerangkan saat ini cakupan vaksinasi COVID-19 di Singapura sudah mencapai 85 persen. Meskipun saat ini kasus COVID-19 di Singapura meningkat, namun sebagian besar yang terinfeksi tidak bergejala dan angka kematiannya rendah.
Baca Juga: Lebih Awal, Malaysia Buka Pendaftaran Vaksinasi Ketiga
"Sejak Juli meningkat cukup tinggi sampai sekarang, tapi 99 persen tidak bergejala dan sehat. Sampai sekarang yang dirawat hanya 0,3 persen, yang meninggal 0,2 persen atau 0,3 persen, jadi relatif rendah," kata Suryopratomo.