Suara.com - Risiko kontaminasi makanan atau minuman bisa terjadi pada tahap mempersiapkan bahan makanan, proses pengolahan, penyajian, pengemasan, penyimpanan, dan bahkan tahap pengantaran makanan – baik yang disiapkan sendiri, dibeli, maupun melalui pemesanan.
Perubahan pola perilaku dalam pembelanjaan terutama makanan secara online yang meningkat sebanyak 97 persen juga patut diperhatikan. Pasalnya, tidak mudah untuk memastikan bahwa makanan atau minuman yang kita konsumsi terbebas dari kontaminasi kuman penyebab food borne disease seperti demam tifoid.
Demam tifoid jelas Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Suzy Maria, Sp.PD-KAI adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi.
Penyakit akut ini memiliki gejala demam yang meningkat secara bertahap tiap hari serta lebih tinggi pada malam hari, nyeri otot, sakit kepala, kelelahan dan lemas, serta munculnya ruam. Pada anak-anak, tifoid disertai sering mengalami diare, sementara orang dewasa cenderung mengalami konstipasi.
Baca Juga: Jangan Jajan Sembarangan, Hati-hati Demam Tifoid Mengintai
Data WHO memperkirakan 11 – 20 juta orang sakit karena demam tifoid dan mengakibatkan kematian sebanyak 128.000 - 161.000 orang setiap tahunnya di seluruh dunia.
Kasus terbanyak demam tifoid terdapat di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di Indonesia, demam tifoid termasuk penyakit endemik sebab prevalensi demam tifoid yang cukup tinggi yaitu mencapai 500 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Berdasarkan studi yang dilakukan di daerah kumuh di Jakarta, diperkirakan insidensi demam tifoid adalah 148.7 per 100.000 penduduk per tahun pada rentang usia 2-4 tahun, 180.3 pada rentang usia 5-15 tahun dan 51.2 pada usia diatas 16 tahun.
"Food borne disease seperti demam tifoid dapat dicegah dengan cara menjaga sanitasi dan higienitas pribadi dan menghindari kontak dengan penderita. Mengingat Indonesia masih merupkan negara endemik tifoid, maka vaksinasi merupakan langkah optimal serta efektif untuk mencegah demam tifoid," kaya dr. Suzy Maria, dalam acara #SantapAman bersama Sanofi Pasteur Indonesia pada Kamis (11/11/2021).
Cara kerja vaksinasi untuk penyakit tifoid, kata dia meningkatkan sistem imun tubuh untuk melawan infeksi bakteri Salmonella Typhi. Vaksinasi dapat dilakukan mulai usia dua tahun ke atas. Untuk mendapatkan perlindungan maksimal, seseorang direkomendasikan mendapat vaksinasi tifoid setiap tiga tahun sekali.
Baca Juga: Cegah Bakteri Salmonella di Makanan, Chef Profesional Sarankan Punya 2 Talenan di Rumah
Salah satu jenis vaksin tifoid yang umum digunakan adalah vaksin tifoid injeksi polisakarida Vi. Data setelah pemantauan selama 20 bulan menunjukkan vaksin tifoid jenis ini memberikan perlindungan terhadap penyakit tifoid sebesar 74 persen.
Dalam rangka Hari Kesehatan Nasional, Sanofi Pasteur Indonesia menginisiasi kampanye #SantapAman untuk mensosialisasikan pentingnya mendapatkan vaksinasi untuk mencegah penyakit menular melalui makanan atau food borne disease terutama penyakit tifoid.
Melalui vaksinasi, tubuh mendapatkan perlindungan ekstra dan kita bisa menyantap berbagai makanan dan minuman tanpa rasa khawatir.
"Kami mengajak semua pihak agar senantiasa menjaga higienitas saat menyiapkan makanan, rutin mencuci tangan, dan selangkah lebih maju dengan memberikan perlindungan untuk diri serta keluarga dari risiko penularan penyakit melalui makanan dengan melakukan vaksinasi tifoid agar kita lebih tenang saat menyantap makanan favorit," jelas Head of Medical Sanofi Pasteur Indonesia, dr. Dhani Arifandi T.