Suara.com - Pengalaman traumatis melahirkan atau yang disebut dengan istilah Post-natal Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), tidak hanya bisa terjadi pada perempuan, tetapi juga laki-laki atau pihak suami.
Dikutip Suara.com dari siaran pers Gue Sehat dan Teman Bumil, sekitar 9 persen perempuan dilaporkan pernah mengalami kondisi Post-natal PTSD setelah melahirkan. Dikatakan pengalaman nyeri saat melahirkan menjadi pemicunya.
Tak hanya dialami istri, proses persalinan yang berat ini ternyata bisa juga menjadi pengalaman traumatis bagi suami. Bahkan bisa mengarah pada Post-natal PTSD. Meski persentasenya masih sangat kecil, yakni kurang dari 5 persen, kondisi ini tetap perlu diwaspadai para ayah baru.
Psikolog Ajeng Raviando, menjelaskan faktor utama Post-natal PTSD pada laki-laki biasanya dialami setelah melalui pengalaman pertama menyaksikan proses melahirkan secara langsung.
"Banyak orang kan tidak menyangka, buat pria terutama, bahwa proses melahirkan ' semengerikan' itu. Apalagi kalau misalnya dalam proses kelahiran itu terjadi sesuatu yang urgent dan di luar prediksi, jadinya suami ini bisa trauma," jelas Ajeng.
Tak sedikit para suami yang sudah mempersiapkan diri menjelang persalinan buah hatinya. Misalnya, dengan mempelajari hal-hal seputar persalinan dan mempersiapkan mental, sehingga bisa mendampingi sang Istri bersalin.
Nyatanya, banyak hal bisa terjadi di luar perkiraan. Proses persalinan kadang mendatangkan komplikasi tidak terduga, misalnya perdarahan hebat atau proses persalinan yang sangat lama. Kondisi yang tidak direncanakan ini membuat calon bapak mengalami trauma.
Selain itu, Ajeng menambahkan, reaksi istri juga bisa menjadi pemicu seorang suami mengalami Post-natal PTSD.
"Jadi misalnya pas proses melahirkan istrinya kesakitan banget, jerit-jerit sampai menangis. Emosi ini kan bisa menular ke suami dan membekas setelahnya. Walau dia tidak merasakan secara langsung, tapi dia menyaksikan dan itu bisa sangat traumatis," ujar Ajeng.
Baca Juga: Kenapa Wanita Lebih Mudah Lupa setelah Melahirkan? Ini Sebabnya!
Rasa ketidakberdayaan untuk membantu istri dan bayinya, terutama ketika proses persalinan disertai penyulit atau komplikasi, bisa memicu trauma pada suami.