Suara.com - Wakil Menteri Kesehatan dr. Dante Saksono Herbuwono mengatakan semua sektor perlu berpihak pada produk farmasi dalam negeri, termasuk kepada obat modern asli Indonesia alias OMAI.
OMAI adalah obat yang bahan, tenaga kerja, produsen hingga lokasi pembuatannya sepenuhnya dilakukan di dalam negeri dan oleh orang Indonesia.
Salah satu keberpihakan itu kata Wamenkes Dante, bisa diwujudkan dengan memasukan OMAI ke dalam obat yang digunakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Apalagi pemerintah juga sebelumnya telah melakukan pendampingan kepada produsen OMAI agar memiliki Good Laboratorium Practice (GLP), Good Manufacturing Practice (GMP), dan Good Clinical Practice (GCP).

"Bahwa bagaimana keberpihakan kita setelah melakukan pendampingan tiga hal itu, bagaimana kita menggunakan obat-obatan tersebut, obat-obatan tersebut harus ada di listing e-katalog, listing JKN, dan formularium obat-obatan sehingga pemakaiannya lebih baik,” kata Wamenkes Dante dalam acara Webinar 25 Mei 2021 lalu.
Adapun tujuan pendampingan GLP, GMP, dan GCP agar keamanan dan khasiat obat buatan dalam negeri atau OMAI terjamin, serta bisa dipertanggungjawabkan.
Aspirasi ini juga diamini Sekretaris Perusahaan Indofarma, Wardjoko Sumedi dalam keterangnnya, Selasa (9/11/2021). Ia mengatakan, dengan masuknya OMAI dan digunakan dalam program JKN maka obat dalam negeri bisa dijangkau oleh semua kalangan, termasuk untuk penyembuhan pasien yang ditanggung program JKN.
"Bahwa fitofarmaka (obat bahan alami) sebagai Obat Modern Asli Indonesia dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan formal untuk meningkatkan derajat kesehatan dan penyembuhan pasien," imbuh Wardjoko.
Hal senada juga disampaikan Direktur Pengembangan Bisnis dan Saintifik Dexa Group, Dr Raymond Tjandrawinata, selaku produsen dan pengembang fitofarmaka.
Baca Juga: Jaringan Pengedar Obat Keras Ilegal Antarprovinsi Dibongkar, Polda DIY Amankan 8 Orang
Menurut Raymond, selain dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada obat impor, memasukan OMAI dalam program JKN juga mencegah terjadinya supply shock, seperti yang sempat dialami industri farmasi di Indonesia pada awal pandemi Covid-19, karena tergantung obat sumber bahan baku obat impor.